Pakai Ponsel Bisa Tingkatkan Risiko Tumor Otak, Betulkah?
Isu penggunaan ponsel muncul lagi di tengah keberadaan frekuensi 5G.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelombang radio yang keluar dari ponsel telah menakuti orang selama bertahun-tahun terhadap risiko kanker. Isu itu muncul lagi oleh keberadaan frekuensi 5G yang supercepat dan baru.
Para ahli Oxford University mengatakan, tidak ada bukti bahwa ponsel meningkatkan risiko kanker. Studi para ahli menunjukkan tingkat tumor otak pada perempuan yang menggunakan telepon setiap hari seperti pada perempuan yang tidak pernah menelepon.
"Hasil ini mendukung bukti yang berkembang bahwa penggunaan ponsel dalam kondisi biasa tidak meningkatkan risiko tumor otak," kata penulis studi Kirstin Pirie dilansir The Sun, Kamis (31/3/2022).
Data dari 776 ribu perempuan berusia di atas 50 tahun di Inggris menunjukkan tidak ada hubungan antara penggunaan ponsel dan kemungkinan terkena kanker. Responden perempuan tersebut ditanyai tentang ponsel mereka pada 2001 dan pada 2011.
Pada 2011, sebanyak 75 persen orang berusia 60-an, dan setengah dari mereka yang berusia akhir 70-an, masih menggunakan ponsel. Sebanyak 3.268 wanita dalam penelitian tersebut, yang terungkap dalam Journal of National Cancer Institute, mengembangkan tumor otak.
Kondisi tumor otak menyebabkan rata-rata 5.000 kematian per tahun di Inggris. Responden dibagi rata antara pengguna telepon dan non-pengguna.
Di sisi lain, tidak ada perbedaan di sisi kepala tempat tumor berkembang, walaupun kebanyakan orang menggunakan ponsel mereka di sebelah kanan. Para ilmuwan mengatakan, tidak ada cukup data tentang "pengguna berat" yang mengobrol berjam-jam setiap minggu, apalagi teknologi tambahan semakin aman setiap tahun.
"Teknologi seluler terus meningkat setiap saat, sehingga generasi yang lebih baru memancarkan daya keluaran yang jauh lebih rendah," ujar ilmuwan dari Badan Internasional untuk Penelitian Kanker, Joachim Schüz.
Meski demikian, menurut Schüz, seseorang lebih bijak jika mengurangi paparan yang tidak perlu. Peneliti dari Rumah Sakit Oxford University, Malcolm Sperrin, menyebut bahwa penelitian serupa terus dilanjutkan oleh ilmuwan.
"Selalu ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut, tetapi penelitian ini harus menghilangkan banyak kekhawatiran,” kata Sperrin.