Investor Wajib Tahu! Transaksi Kripto tak Berizin Bappebti Dikenakan Pajak Lebih Tinggi
Aset kripto yang telah berizin Bappebti dikenakan tarif PPN sebesar 0,11 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan membedakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Hal ini berdasarkan izin Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung mengatakan aset kripto yang telah berizin Bappebti dikenakan tarif PPN lebih rendah sebesar satu persen dari dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen. Sedangkan aset kripto yang belum berizin Bappebti akan dikenakan tarif PPN sebesar dua persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
“Di Bappebti lebih rendah karena masuk dalam sistem, dia terdaftar, muncul di Bappebti. Sementara perdagangan kripto kita tahu sendiri, siapa saja bisa masuk, membuat market sendiri tanpa terdaftar di Bappebti, ini kita kenakan tarif lebih tinggi," ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (6/4/2022).
Menurutnya jika penyelenggara aset kripto ingin mendapatkan tarif PPN yang lebih murah, harus terlebih dahulu mendapat izin Bappebti. Adapun kebijakan tersebut selaras dengan kebijakan Kementerian Perdagangan untuk menumbuhkan perkembangan kegiatan usaha aset kripto yang aman di Indonesia.
"Kalau tidak mau diatur, kena tarif lebih tinggi. Kita harus selaras dengan Kemendag, yang ada sistem kementerian itu kita dukung dengan tarif yang lebih rendah," ucapnya.
Pengenaan PPN atas transaksi aset kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Aturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan berlaku efektif mulai 1 Mei 2022.
PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa Aset Kripto oleh Penjual Aset Kripto; Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan Sarana Elektronik yang digunakan transaksi perdagangan Aset Kripto, oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Dan/atau Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi Aset Kripto dan/atau jasa manajemen kelompok Penambang Aset Kripto (mining pool) oleh Penambang Aset Kripto," tulis Pasal 2 bagian c.
Adapun penyerahan aset kripto tersebut meliputi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap); dan/ atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa.
Atas penyerahan aset kripto, besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar satu persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11 persen. Bila perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar dua persen dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22 persen.
Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10 persen dari tarif PPN umum atau 1,1 persen yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Sementara pajak penghasilan, pada Pasal 19 disebutkan, penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang pajak penghasilan (PPh).
Penjual aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan ataupun pertukaran aset kripto. Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1 persen. PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan.
Jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2 persen. Bagi penambang, Pasal 30 ayat (1) mengatur adanya pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1 persen. Bagi penambang, PPh Pasal 22 harus disetorkan sendiri.