DPR: Saham Dwiwarna di BSI Bakal Jadi Booster Industri Keuangan Syariah

Rencana pemerintah tersebut akan menjadi booster industri keuangan syariah nasional

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Rencana pemerintah memasukan saham Seri A Dwiwarna terhadap PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sehingga statusnya menjadi BUMN disambut baik oleh DPR RI. (ilustrasi)
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah memasukan saham Seri A Dwiwarna terhadap PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sehingga statusnya menjadi BUMN disambut baik oleh DPR RI. Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengatakan rencana dari pemerintah tersebut akan menjadi booster industri keuangan syariah nasional.

"Industri keuangan syariah di Indonesia telah berkembang dengan cepat dalam beberapa waktu terakhir tapi pangsa pasarnya masih tergolong sangat rendah," katanya dalam keterangan, Kamis (14/4/2022).

Mengingat Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, total aset keuangan syariah saat ini dinilai masih sangat kecil. Ia mencontohkan pangsa pasar industri keuangan syariah di Malaysia sudah mencapai sekitar 30 persen.
 
Sementara itu negara di Timur Tengah berada di level lebih dari 60 persen. Puteri menambahkan, aset keuangan syariah di Indonesia sendiri didominasi oleh pasar modal, sedangkan perbankan hanya memiliki marketshare sekitar enam persen.

Ia mengapresiasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN yang sebelumnya telah meleburkan tiga bank syariah anak usaha bank pelat merah menjadi BSI. Langkah tersebut menjadi terobosan sehingga BSI kini masuk dalam daftar 10 bank terbesar di Indonesia.

Hadirnya bank syariah terbesar di Indonesia ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia untuk dapat bersaing di pasar keuangan syariah internasional. Termasuk memperluas akses pasar asuransi syariah di pasar ASEAN seiring disahkannya ratifikasi protokol Asean Framework Agreement on Services (AFAS) ketujuh.
 
"Dengan adanya penguatan dari sisi permodalan (dari Dwiwarna), BSI harus mampu untuk meningkatkan inovasi dan kapasitas layanan untuk UMKM, ritel, komersial, wholesale syariah, sampai korporasi termasuk untuk mengoptimalkan potensi sukuk global di masa datang," katanya.

Lebih jauh, dia menjelaskan, tugas seluruh pemangku kepentingan adalah mendorong BSI lebih dalam masuk ke rantai industri halal dan ekosistem syariah yang lebih luas. Pasalnya ekonomi dan keuangan syariah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dikembangkan secara parsial.

Sebagai contoh BSI memiliki data bahwa saat ini ada 278.255 masjid di Indonesia. Dengan jumlah masjid tersebut, terdapat peluang ekonomi syariah dari potensi penghimpunan zakat, infaq, sedekah dan wakaf (Ziswaf) dengan nilai hampir Rp 400 triliun.

Adapun industri halal di Indonesia potensi nilainya kurang lebih mencapai Rp 4.375 triliun. Dari total nilai tersebut, industri makanan dan minuman halal menyedot porsi terbanyak yaitu senilai Rp 2.088 triliun.

"Ekonomi ini tidak dapat berkembang secara optimal tanpa dukungan sektor keuangan, begitupun sektor keuangan tidak akan tumbuh tanpa permintaan sektor riil," katanya.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2021, aset perbankan syariah tercatat Rp 693,80 triliun, tumbuh 13,94 persen (yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 537 triliun tumbuh 12,89 persen (yoy), dan pembiayaan sebesar Rp 419 triliun, tumbuh 6,18 persen (yoy). Dengan demikian, pangsa perbankan syariah tercatat 6,74 persen.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler