Taliban Minta Dunia Akui Islamic Emirates of Afghanistan

Afghanistan dinilai miliki peran dalam perdamaian dan stabilitas dunia

AP Photo
In this photo released by Xinhua News Agency, Chinese Foreign Minister Wang Yi, right, stands next to Mullah Abdul Ghani Baradar, acting deputy prime minister of the Afghan Taliban
Rep: Rizky Jaramaya Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,KABUL -- Pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhunzada meminta masyarakat internasional untuk mengakui Islamic Emirate of Afghanistan. Akhunzada menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah pesan menjelang liburan Idul Fitri.

Baca Juga


“Afghanistan memiliki peran dalam perdamaian dan stabilitas dunia. Sesuai dengan kebutuhan ini, dunia harus mengakui Islamic Emirate of Afghanistan,” kata Akhunzada, dilansir Aljazirah, Jumat (29/4).
 
Akhunzada mengatakan, dunia telah menjadi "desa kecil" dan hubungan diplomatik yang baik akan membantu memecahkan masalah negara. Dalam pidatonya, Akhunzada tidak menyebutkan tuntutan internasional terhadap Taliban, termasuk membuka kembali sekolah menengah untuk anak perempuan dan pemerintah inklusif.  Sebaliknya, dia mengatakan bahwa pengakuan harus didahulukan. 
 
"Pengakuan harus didahulukan agar kita dapat mengatasi masalah kita secara formal dan dalam norma dan prinsip diplomatik," ujar Akhunzada.
 
Pesan Idul Fitri Akhunzada bertepatan ketika Afghanistan   diguncang oleh serangkaian ledakan bom terbaru yang menargetkan komunitas minoritas Syiah Hazara. Kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas ledakan tersebut. 
 
 Dalam pidatonya, Akhunzada tidak menyinggung peristiwa pemboman tersebut. Dia mengatakan, Islamic Emirate of Afghanistan telah mampu membangun tentara Islam dan nasional, serta organisasi intelijen yang kuat.
 
Banyak komunitas internasional menginginkan bantuan dan pengakuan kemanusiaan yang terkait dengan pemulihan hak-hak perempuan. Puluhan ribu wanita kehilangan pekerjaan Taliban berkuasa. Kaum perempuan juga dilarang meninggalkan Afghanistan atau bahkan bepergian antar kota, kecuali ditemani oleh kerabat laki-laki atau mahrom.
 
Pada Maret, Taliban memicu kemarahan global dengan menutup semua sekolah menengah untuk anak perempuan. Terkait hal tersebut, Akhunzada mengatakan, pihak berwenang membuka pusat dan madrasah baru untuk pendidikan agama dan modern.
 
"Kami menghormati dan berkomitmen untuk semua hak Syariah pria dan wanita di Afghanistan, jangan gunakan masalah kemanusiaan dan emosional ini sebagai alat untuk tujuan politik," kata Akhunzada.
 
Akhunzada juga mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk mengusung kebebasan berbicara sesuai dengan nilai-nilai Islam. Namun fakta di lapangan menyatakan, ratusan outlet berita telah ditutup. Taliban juga melarang siaran musik publik, film, dan  drama televisi yang menampilkan wanita.
 
Akhunzada, diyakini berusia 70-an, telah menjadi pemimpin spiritual Taliban sejak 2016. Dia menggantikan Mullah Akhtar Mansoor, yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Pakistan.
 
Sebelumnya pada Januari, penjabat Perdana Menteri Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban, Hasan Akhund, meminta masyarakat internasional untuk secara resmi mengakui Islamic Emirate of Afghanistan, karena Taliban telah berusaha untuk mengakhiri isolasi diplomatik.
 
Taliban kembali menguasai Afghanistan pada Agustus tahun lalu, setelah pasukan pimpinan Amerika Serikat (AS) meninggalkan Kabul. Taliban telah menjanjikan hak-hak perempuan dan kebebasan media sehari setelah kembali berkuasa.
 
Taliban telah menghadapi kritik, karena memperkenalkan kembali aturan garis keras yang semakin mengucilkan perempuan dari kehidupan publik. Talinan juga dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
 
Amerika Serikat bersama dengan negara-negara Barat telah membekukan aset perbankan Afghanistan senilai miliaran dolar. Mereka juga memotong  bantuan telah menyebabkan ekonomi Afghanistan runtuh. Lebih dari 90 persen warga Afghanistan menderita kekurangan makanan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler