Tahun 2022, BNI Bidik Sektor Turunan Komoditas
Sektor downstream komoditas ini menunjukkan pertumbuhan cukup baik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menangkap peluang pengembangan bisnis ke area sektor downstream atau turunan komoditas untuk menumbuhkan kredit pada tahun ini.
Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan, potensi pertumbuhan kredit tahun ini tergolong cukup tinggi karena banyak sektor yang kembali membukukan peningkatan kinerja cukup baik, khususnya dari sektor turunan komoditas.
"Sektor downstream komoditas ini menunjukkan pertumbuhan cukup baik. Kami melihat banyak pembangunan smelter akan sangat marak dan besar," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (9/5/2022).
Dia menilai hal ini pun sejalan dengan arahan dari pemerintah agar komoditas andalan Tanah Air dapat dijual ke luar negeri dengan nilai tambah lebih tinggi. Pemerintah mulai banyak melarang barang yang belum jadi, sehingga semua proses pengolahan terjadi di dalam negeri.
“Sehingga kebijakan tersebut diharapkan menjadi mesin pertumbuhan segmen korporasi swasta,” ucapnya.
Mucharom menyebut, pertumbuhan kredit BNI tahun ini masih sesuai target awal tahun karena beberapa nasabah top tier sudah mulai menunjukkan perbaikan kinerja seperti infrastruktur, listrik dan gas, pergudangan, serta digital. Hal ini juga sejalan dengan penurunan restrukturisasi kredit yang membantu BNI melakukan ekspansi lebih berkualitas.
"Kami akan tetap dengan target awal kami high single digit. Kami lihat potensi pertumbuhan tinggi sejak awal tahun ini, sehingga kami cukup percaya diri," katanya.
Dia menjelaskan, kredit segmen business banking masih menjadi motor akselerasi bisnis kredit BNI, dengan pertumbuhan 4,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) menjadi Rp 489,3 triliun.
“Pertumbuhan ini terutama pembiayaan ke segmen korporasi swasta yang tumbuh 9,9 persen (yoy) menjadi Rp 193,2 triliun, segmen large commercial 24,5 persen (yoy) menjadi Rp 46,1 triliun, serta segmen UMKM yang tumbuh 11,8 persen (yoy) dengan nilai kredit Rp 98 triliun,” jelasnya.