Kemenkes Uji Coba Jam Pintar untuk Pantau Kesehatan Jamaah Haji Berisiko Tinggi
3.000 jamaah bersiko tinggi dibekali wrist band yang memantau kesehatan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan mengungkap salah satu programnya yang berkaitan dengan kesehatan dan juga pemanfaatan teknologi yaitu rencana integrasi data kesehatan para pengguna jam pintar atau smart watch dan juga dikenal sebagai bagian dari wearable device. Jam tangan itu dirancang juga untuk jamaah haji berisiko tinggi.
Cara ini menurut Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Setiaji cukup efektif untuk memantau kesehatan masyarakat masa kini mengingat peminat jam pintar kian meningkat.
"Saat ini data kesehatan tidak hanya bisa didapatkan dari rumah sakit atau lab. Kita bisa mengintegrasikannya dengan 'wearable device'. Nantinya kita akan gunakan sebagai standar yang bisa digunakan untuk pemantauan kesehatan," kata Setiaji dalam acara konferensi pers , Jumat (10/6/2022).
Kementerian Kesehatan tengah mengujicobakan pemanfaatan teknologi jam pintar itu pada para Jamaah Haji yang akan berangkat menunaikan ibadahnya ke Arab Saudi. Dari total para jemaah di kloter pertama embarkasi Jakarta berjumlah 11.267 orang, 3.000 di antaranya memiliki status kesehatan berisiko tinggi. Mereka yang berisiko tinggi itu akan dibekali "wrist band" yang bisa memantau kesehatan para jemaah tersebut dan terhubung langsung dengan aplikasi bernama TeleJemaah. Hal- hal yang dipantau berupa tanda- tanda vital seperti detak jantung hingga kondisi saturasi.
Pemantauan itu secara langsung terhubung dengan petugas yang membimbing para jemaah dan jika ditemukan kondisi yang tidak normal maka petugas bisa langsung mengambil tindakan. Nantinya data- data dari "wearable devices" akan dirancang untuk terkoneksi ke sistem bernama Indonesia Health Services yang dikembangkan Kemenkes serta saat ini masuk dalam tahapan pengujian beta.
"Kita nanti di awal Juli akan merilis ini, kita harapkan wearable device nantinya bisa terkoneksi dengan sistem IHS sehingga bisa meningkatkan layanan kesehatan kita yang istilahnya adalah deteksi otomatis atau autodetection input dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia,"ujar Setiaji.