Perlu Mekanisme Rinci Terkait Ganja untuk Riset di UU Narkotika
Di Indonesia, riset tanaman ganja untuk medis hingga saat ini belum ada.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum narkotika Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya DR Slamet Pribadi mengusulkan adanya aturan pelaksanaan berupa mekanisme rinci penggunaan ganja untuk riset dalam Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika. Aturan pelaksanaan ini dapat mencakup mekanisme permohonan izin pemanfaatan ganja untuk keperluan penelitian termasuk kepada siapa izin dapat diajukan pemohon.
"Jadi terkait dengan Pasal 7 dan 8 (UU Narkotika) itu belum lengkap. Jadi harus ditafsirkan kembali, diberikan aturan pelaksanaan dari pasal 7 dan 8," ujar dia saat dihubungi, Selasa (5/7/2022).
Selain itu, aturan pelaksanaan perlu juga dibarengi adanya peraturan menteri kesehatan terkait regulasi pelaksanaan riset untuk tanaman ganja untuk kebutuhan medis. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum lama ini menyatakan segera menerbitkan regulasi yang mengatur pelaksanaan riset untuk tanaman ganja untuk kebutuhan medis.
Dasar dari keputusan Kementerian Kesehatan untuk menerbitkan regulasi ini yakni UU No.35/2009. Pada Pasal 12 ayat 3 dan Pasal 13 tentang tata cara penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diatur dengan peraturan menteri.
Slamet menyambut baik langkah Kementerian Kesehatan ini. Dia mengatakan, nantinya saat aturan pelaksanaan dan peraturan menteri kesehatan sudah ada, maka peneliti tak lagi perlu takut melakukan riset untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan.
"Enggak perlu takut lagi kalau benar-benar untuk kepentingan layanan medis, penelitian. It's ok," tutur dia.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Dr dr (Cand) Inggrid Tania mengatakan, di Indonesia, riset tanaman ganja untuk medis hingga saat ini belum ada, karena terbentur regulasi izin.
"Untuk memulai meneliti ganja medis, misalnya menggunakan tanaman asli Indnesia, tentu membutuhkan regulasi yang mengizinkan ditanamnya ganja untuk nantinya diteliti. Regulasi sekarang tidak membolehkan. Ditanam saja tidak boleh. Bisa ditangkap polisi kalau kita menanam," kata dia saat dihubungi dalam kesempatan terpisah.
Karena itu, menurut dia, saat ini dibutuhkan regulasi yang membolehkan penanaman ganja untuk penelitian. Regulasi ini harus ketat demi menghindari terbukanya ruang terjadinya penyalahgunaan tanaman ganja yang ditanam tersebut.
Tania menambahkan, bila nanti hasil penelitian ganja terbukti bermanfaat untuk medis, maka regulasi yang menempatkan ganja sebagai narkotika golongan I perlu direvisi. "Kalau mau dipakai di pelayanan kesehatan tidak boleh masuk dalam golongan I karena golongan I tidak boleh dipakai untuk pelayanan kesehatan. Jadi mesti golongan diturunkan statusnya," ujar dia.