Apakah Penolakan Istri Atas Mahar Suami Berpengaruh Terhadap Sah atau Tidaknya Nikah?

Mahar pada dasarnya menjadi tanggungan suami meski dibayar setelah akad

antarafoto
Ilustrasi menikah dengan pemberian mahar. Mahar pada dasarnya menjadi tanggungan suami meski dibayar setelah akad
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mahar bermakna harta yang diberikan suami kepada istri terkait dengan akad nikah. 

Baca Juga


Dalam sebuah ijab kabul pernikahan, pengantin pria tidak memberikan mahar atas dasar permintaan pengantin wanita. Apakah pernikahannya sah?   

Pengajar Rumah Fiqih Indonesia yang juga alumni Pondok Pesantren Gontor Putri I, Ustadzah Aini Aryani mengatakan para ulama memberikan definisi berbeda-beda tentang mahar. 

Para ulama mazhab Hanafiyah menjelaskan bahwa mahar adalah harta yang menjadi hak seorang wanita karena dinikahkan atau hubungan seksual. 

Mazhab Syafi'i mendefinisikan mahar adalah sesuatu yang wajib diserahkan akibat adanya pernikahan atau persetubuhan atau dalam proses penyerahan keperawanan dari wanita kepada seorang laki-laki karena adanya pernikahan.  

Sedang Mazhab Hanabilah mendefinisikan mahar sebagai imbalan atas pernikahan. Maksudnya mahar adalah harta yang diberikan   suami kepada istri sebagai imbalan atau pengganti karena telah dinikahi. 

Baik mahar itu disebutkan dalam akad atau pun diwajibkan setelahnya dengan keridhaan kedua belah pihak atau lewat pemerintah (al hakim).  

Ustazah Aini yang juga alumni International Islamic University Islamabad (IIUI) Pakistan mengatakan bahwa yang paling berhak menentukan besaran mahar adalah mempelai wanita, karena pada dasarnya mahar tersebut akan dimiliki oleh mempelai wanita. 

“Dalam menegosiasikan mahar, mempelai wanita juga boleh dibantu  walinya,” kata dia.     

Lalu bila dalam pernikahan tersebut mempelai wanita bersedia dengan ikhlas tidak mau ada mahar dari mempelai lelaki apakah pernikahannya tetap sah?

Baca juga: Dulu Pembenci Adzan dan Alquran, Mualaf Andreanes Kini Berbalik Jadi Pembela Keduanya

Menurut Ustadzah Aini mahar bukan merupakan rukun nikah sehingga boleh bila mempelai wanita berkeinginan tidak mau menerima mahar. Maka pernikahannya tetap sah.  

"Mahar bukan termasuk rukun nikah. Dan ini merupakan perbedaan pernikahan dengan jual beli barang. Kalau dalam jual beli barang kan ada barang ada harga. Ngga bisa ngambil barangnya kalau ngga ditebus dengan uang. Kalau dalam pernikahan mahar itu bukan rukun nikah. Jadi boleh-boleh saja kalau pihak perempuan itu tidak mau menerima mahar. Dia tinggal bilang ke calon suaminya saya tidak mau mahar, yang penting saya sudah dihalalkan lewat ijab kabul. Jadi mahar itu bisa ditiadakan kalau memang pihak yang perempuan melepaskan haknya," kata Ustadzah Aini saat mengisi kajian daring Rumah Fiqih Indonesia beberapa hari lalu. 

Kendati demikian alumni Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta Konsentrasi Ilmu Syariah itu mengatakan bila pihak perempuan tidak melepaskan haknya atau menginginkan adanya mahar dalam pernikahan maka calon suami harus menyediakan mahar sesuai dengan permintaan.  

Ustadzah Aini mengatakan bahwa jumhur ulama sepakat kedudukan mahar dalam akad nikah bukan sebagai rukun dalam sebuah pernikahan dan juga bukan syarat, metapi mahar hanya salah satu hukum dari hukum-hukum pernikahan sehingga akad nikah tetap sah meski pun tidak ada mahar. Dasarnya seperti dapat ditemukan dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 236.

لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ

 “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.”  

"Tapi adanya mahar itu sebuah anjuran dari Nabi. Walaupun maharnya itu murah, sesuai dengan kemampuan,ngga apa-apa yang penting ada tanda, simbol sebagai mahar," katanya. 

Pertimbangan kenapa mahar tidak masuk rukun nikah adalah karena tujuan asasi dari pernikahan bukan jual beli. 

Tujuan pernikahan itu adalah melakukan ikatan pernikahan dan juga istimta' sehingga mahar hanya salah satu kewajiban suami, sebagaimana juga nafkah, yang tidak perlu disebutkan pada saat akad.

Baca juga: Jawaban Prof Jimly Ini Perkuat Argumentasi Mengapa Hukum Islam Harus Didukung Negara

Imam Nawawi dalam Raudhatu Ath Thalibin menyebutkan mahar itu bukan rukun dalam nikah. Berbeda dengan barang yang diperjual belikan dan uang dalam jual beli. 

"Karena itulah maka penyebutan mahar dalam akad nikah juga tidak diharuskan. Artinya, lafaz ijab kabul yang tidak menyebutkan besaran mahar tetap dianggap sudah sah," katanya. 

Meski tanpa penyebutan mahar sebuah pernikahan sudah dianggap sah, namun menurut Ustadzah Aini Mazhab Syafi'iyah dan Mazhab Hanabilah menetapkan bahwa hukumnya mustahab untuk disebutkan dalam akad nikah. 

 

Alasannya karena Rasulullah SAW selalu menyebutkan mahar tatkala menikah. Selain itu dengan menyebutkan mahar agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler