Keterlibatan Komnas HAM Dinilai Masih Dibutuhkan di Kasus Brigadir J

Komnas HAM diyakini dapat menjalankan penyelidikan dengan prinsip keterbukaan.

ANTARA/Sigid Kurniawan
Anggota Brimob berjaga di kediaman pribadi Irjen Pol Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyikapi positif penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam kasus kematian Brigadir J. Menurutnya, penyelidikan tersebut masih diperlukan.

Taufik menegaskan pentingnya penyelidikan dari Komnas HAM. Mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tersebut mendukung Komnas HAM dalam merampungkan penyelidikannya hingga ke tahap kesimpulan dan rekomendasi.

"Menurut saya keterlibatan Komnas HAM masih dibutuhkan hingga sampai Komnas HAM mengeluarkan rekomendasinya," kata pria yang akrab disapa Tobas itu kepada Republika.co.id, Ahad (14/8/2022).

Tobas memandang penyelidikan Komnas HAM diperlukan demi memaksimalkan pengungkapan kematian kasus Brigadir J beserta aktor yang terlibat. Ia meyakini Komnas HAM dapat menjalankan penyelidikan sesuai prinsip keterbukaan dan profesionalitas.

"Ini untuk memastikan penanganan kasus ini dilakukan secara profesional, transparan, dan berintegritas," ujar Tobas.

Selain itu, Tobas menyinggung keterlibatan Komnas HAM dalam kasus ini sudah pernah disinggung Mabes Polri. Sehingga, ia mengimbau masyarakat bersabar menunggu hasil investigasi Komnas HAM.

"Keterlibatan Komnas HAM adalah atas permintaan dari Mabes Polri untuk melibatkan pihak eksternal di luar Polri untuk turut mengawal kasus ini," tegas Tobas.

Diketahui, Irjen Pol Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka bersama dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J. Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM.

Keempat tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP junto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler