Israel Tutup Enam Organisasi Masyarakat Sipil Palestina
Pintu kantor enam organisasi itu dilas dan Israel menghalangi anggota mengaksesnya.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pasukan pendudukan Israel pada Kamis (18/8/2022) pagi menggerebek enam kantor kelompok hak masyarakat sipil Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat. Pintu kantor enam organisasi tersebut dilas dan Israel menghalangi anggota organisasi mengakses properti mereka.
Enam organisasi hak sipil masyarakat itu antara lain, Dukungan Tahanan Addameer dan Asosiasi Hak Asasi Manusia Al Haq, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bisan, Pertahanan untuk Anak Internasional Palestina, Komite Kerja Kesehatan (HWC), Komite Persatuan Kerja Pertanian (UAWC), dan Komite Persatuan Perempuan Palestina (UPWC). Direktur Umum Al-Haq, Shawan Jabarin, melaporkan, tentara Israel menyerbu kantor organisasi hak-hak Palestina di Ramallah. Militer Israel menyatakan organisasi itu ilegal.
"Mereka datang, mendobrak pintu, masuk ke dalam, dan mengacaukan file-file itu," kata Jabarin kepada Associated Press.
Kepala dewan direksi di UHWC, Mazen Rantisi, mengatakan, penutupan itu merupakan bagian dari kebijakan lama Israel. UHWC mengelola beberapa rumah sakit dan puluhan klinik di seluruh wilayah pendudukan Tepi Barat.
“Mereka menggerebek kantor kami saat fajar, mendobrak pintu, mengambil dokumen, dan komputer. Kami masih menilai apa yang hilang. Mereka merusak tempat itu dan menutup pintu dengan logam,” kata Rantisi kepada Aljazirah.
"Kami menemukan sebuah dokumen terpampang di pintu, hanya dalam bahasa Ibrani, yang mengatakan bahwa ini adalah organisasi tertutup, kami tidak diizinkan masuk, dan tidak ada jangka waktu yang ditentukan," tambah Rantisi.
Pada Oktober tahun lalu, Menteri Pertahanan Benny Gantz menetapkan enam kelompok hak masyarakat sipil Palestina sebagai organisasi teroris. Beberapa kantor terpaksa ditutup dan banyak yang mengalami pemotongan dana.
Rantisi mengatakan, langkah Israel menutup organisasi Palestina bertujuan untuk menghalangi menghalangi jalan masyarakat sipil agar tidak berkembang. Menurut Rantisi, penutupan ini adalah upaya Israel untuk menghancurkan masyarakat Palestina, dan membuat rakyat Palestina merasa kalah.
"Ini pasti akan berdampak pada layanan yang kami tawarkan, tetapi kami akan menemukan cara untuk melanjutkan pekerjaan kami," kata Rantisi.
Penutupan enam organisasi masyarakat sipil Palestina tersebut memicu reaksi keras di Eropa dan Amerika Serikat. Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengecam penutupan tersebut.
"(Ini) serangan terhadap pembela hak asasi manusia, kebebasan berserikat, berpendapat dan berekspresi dan hak partisipasi publik," kata Bachelet.
Bachelet mengatakan, enam organisasi bekerja dalam bidang kemanusiaan dan hak asasi manusia paling terkemuka di wilayah pendudukan Palestin. Organisasi tersebut telah bekerja sama dengan PBB selama beberapa dekade.
Bulan lalu sembilan negara Eropa menyatakan penolakan mereka untuk berhenti bekerja sama dengan LSM Palestina, karena kurangnya bukti atas klaim tersebut. Dalam pernyataan bersama, juru bicara Kementerian Luar Negeri Belgia, Denmark, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Spanyol dan Swedia mengatakan, tuduhan terorisme atau hubungan dengan kelompok teroris harus selalu diperlakukan dengan sangat serius. Oleh karena itu, tuduhan ini perlu dinilai dengan hati-hati dan ekstensif.
"Dengan tidak adanya bukti seperti itu, kami akan melanjutkan kerja sama dan dukungan kuat kami untuk masyarakat sipil," ujar pernyataan bersama itu, dilansir Middle East Monitor.
Israel akan memberikan informasi tambahan kepada Amerika Serikat (AS) terkait penutupan organisasi non-pemerintah Palestina. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, pada Kamis mengungkapkan keprihatinannya atas penutupan organisasi masyarakat sipil tersebut.
Price mengatakan, Washington menghubungi pejabat Israel, termasuk pejabat di tingkat tinggi, untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Sebelumnya pasukan keamanan menggerebek kantor tujuh kelompok organisasi non pemerintah Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat. Israel menuding organisasi itu menyalurkan bantuan kepada kelompok-kelompok militan.
"Kami akan meninjau apa yang diberikan kepada kami dan membuat kesimpulan kami sendiri," kata Price.