HA IPB dan Stakeholders Dukung Kementan Mempertahankan Swasembada Beras
Indonesia dapat penghargaan karena selama 3 tahun berturut-turut tidak impor beras
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah mendapatkan penghargaan dari pusat penelitian beras dunia, International Rice Research Institute (IRRI) yang langsung diterima oleh Presiden RI atas keberhasilannya selama tiga tahun terakhir mampu mencapai swasembada beras secara berturut-turut dan tidak impor beras. Prestasi ini mendapat apresiasi dari Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB) dan stakeholders pertanian sehingga mendukung dan siap bersinergi dengan Kementerian Pertanian (Kementan) mempertahankan swasembada beras.
Hal ini mengemukan dalam webinar Bimbingan Teknis dan Sosialisasi (BTS) Propaktani Kementan, Jumat (19/8/2022). Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyebutkan Indonesia dapat mencapai swasembada beras tahun 2019-2021 merupakan prestasi yang dapat menjadi teladan bagi negara lain disaat krisis. Bagaimana mempertahankan surplus, ini menjadi tantangan ke depan, yakni tantangan pandemi Covid-19, iklim ekstrem, dan geopolitik serta ancaman krisis pangan scara global.
"Kita harus menjaga swasembada berkelanjutan ke depan dengan melakukan berbagai upaya. Seperti dengan adanya benih unggul berkualitas, pemupukkan yang baik, dan upaya hilirisasinya. Kemudian kita tingkatkan lagi sehingga surplusnya bisa digunakan untuk ekspor,” kata Suwandi dalam BTS Propaktani tersebut.
Suwandi menambahkan selain mempertahankan swasembada secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan ekspor dari komoditas beras, tantangan berikutnya adalah diversifikasi produksi dan konsumsi pangan. Ini menjadi peluang yang baik untuk mendorong pengembangan sorgum, singkong, jagung, dan pangan lainnya untuk ditingkatkan produksinya.
"Kemudian hilirisasi diolah dan dikonsumsi untuk kita semua. Demikian juga untuk kedelai, berpeluang besar karena untuk petani saat ini kedelai harganya sangat bagus. Kita bangkitkan lagi itu supaya tumbuh, menjalankan upaya ini secara komprehensif tapi tidak hanya beras, komoditi lain tetap didorong dengan kualitas yang naik kelas,” jelasnya, dalam siaran pers, Jumat (19/8/2022).
Bersamaan, Ketua Umum DPP HA IPB, Walneg S Jas memberikan ucapan terima kasih kepada pemerintah, para petani Indonesia, seluruh warga Indonesia dan Kementan atas penghargaan yang didapat dari IRRI. Ia menilai penghargaan ini adalah bentuk apresiasi lembaga internasional dengan sukacita atas kerja keras bangsa Indonesia dalam mempertahankan surplus pangan selama tiga tahun terakhir.
“Tentu pencapaian ini spesial karena dengan adanya krisis pandemi dan dinamika lain yang kurang menguntungkan. Dalam konteks ini Indonesia dapat mempertahankan surplus beras," ucapnya.
Menurut Walneg, Kementan telah melakukan berbagai macam upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatakan surplus dan ketahanan pangan komoditi lainnya. Upaya itu tentu dikolaborasikan dalam berbagai unsur, baik dalam konteks intensfikasi, ekstensifikasi dan konteks perbaikan perkembangan teknologi.
"Termasuk juga program yang terus-menerus dari Program Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Berbasis Korporasi," terangnya.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo menuturkan Indonesia surplus beras pada periode 2019 hingga 2022 dengan surplus rata-rata per tahunnya mencapai 2,4 juta ton. Hal ini dapat terwujud akibat peningkatan produktivitas padi dari 5,11 ton per hektare (Ha) meningkat menjadi 5,23 ton/Ha.
“Beberapa hal yang saya rekomendasikan untuk mempertahankan surplus ini adalah dengan Good Agriculture Practice berupa penyediaan benih unggul, metode budidaya yang efektif dan efesien, peningkatan coverage area sistem irigasi dan pendampingan dari penyuluh, praktisi atau swasta serta penanganan pasca panen yang dilakukan dengan penggunaan mekanisasi pertanian, vertical dryer dan gudang penyimpanan yang terstandar,” paparnya.
"Yang tidak kalah penting juga dilakukan adalah adanya keterlibatan lembaga keuangan dalam penyediaan modal dan lembaga asuransi untuk penjaminan resiko kegagalan, serta kolaborasi dalam peningkatan kerja sama penyerapan dengan offtaker, stakeholder dan BUMD maupun BUMN,” tambah Pamrihadi.
Sementara itu, Akademisi IPB University, Adi Hadianto mengungkapkan bagi negara Indonesia, peningkatan produksi pangan dalam negeri (khususnya beras) telah terbukti mampu mengurangi food insecurity di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap impor beras. Dengan demikian, pencapaian swasembada pangan beras merupakan salah satu komponen penting yang harus dicapai dari ketahanan pangan nasional.
“Faktor penting lainnya mengapa swasembada beras harus dicapai dan dipertahankan adalah besarnya jumlah penduduk yang membutuhkan ketersediaan pangan beras dalam jumlah besar. Kemudian volatilitas harga pangan dunia termasuk beras dan impor pangan dalam jumlah besar menjadi beban anggaran yang seharusnya dapat dialokasikan untuk aktivitas ekonomi yang lebih produktif,” ungkap Adi.
Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad pun upaya mempertahankan swasembada beras mengingat volume konsumsi beras diperkirakan meningkat namun terjadi penurunan konsumsi per kapita. Namun neraca pangan nasional diperkirakan relatif aman hingga akhir tahun dan hal ini pun tanpa ada gangguan iklim dan cuaca serta kelangkaan pupuk subsidi.
“Diperlukan terobosan kebijakan yang mendorong bibit unggul, pupuk berkelanjutan, perbaikan irigasi, hingga integrasi hulu-hilir dalam upaya peningkatan produksi. Subsidi tepat sasaran diperlukan namun pembatasan yang dilakukan tidak mengurangi pupuk organic dan kebutuhan perbaikan hara tanah,” sebut Tauhid.
Sementara itu, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso menegaskan pemerintah sangat memberikan perhatian terhadap produksi, stok, pemerataan, logistik dan harga beras atau stabilisasi. Karena beras berkontribusi pada kemiskinan, stabilitas makro-ekonomi dan pertumbuhan secara keseluruhan.
“Adanya swasembada beras ini, impor beras hanya dilakukan untuk beras khusus. Harga beras premium cenderung stabil. Sangat bersyukur atas kebehasilan tidak impor beras umum selama tiga tahun," bebernya.
Sutarto menilai tantangan ke depan perlu diantisipasi dengan tepat. Inovasi teknologi tepat guna spesifik lokasi merupakan syarat mutlak untuk terlaksananya dan berhasilnya program pembangunan pangan utamanya beras yang berkelanjutan. Dukungan ketepatan sarana dan prasarana pertanian serta kebijakan harga yang wajar dan pasar menjadi faktor kunci dalam keberhasilan implementasinya.
"Untuk itu diperlukan suatu sinergi dan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, penyedia sarana produksi, produsen dan pelaku bisnis pangan beras. Sinergi dan kolaborasi dilaksanakan dengan pendekatan fokus pada klaster korporasi petani dengan pelaku bisnis pangan setempat yang sudah ada menjadi pilihan yang tepat,” tegas Sutarto.