Iran Tutup Perbatasannya dengan Irak

Warga Iran diminta tidak melakukan perjalanan ke Arbain.

AP Photo/Vahid Salemi
Menteri Luar Negeri Irak Fouad Hussein, kanan, berbicara selama pertemuan dengan timpalannya dari Iran Hossein Amirabdollahian, kiri, di Teheran, Iran, Senin, 29 Agustus 2022.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran telah memutuskan menutup perbatasan negaranya dengan Irak. Langkah itu diambil setelah Baghdad dilanda kerusuhan pascamundurnya ulama Syiah Irak Muqtada al-Sadr dari aktivitas perpolitikan.

Baca Juga


Selain menutup perbatasan, Wakil Menteri Dalam Negeri Iran Majid Mirahmadi juga telah meminta warganya tidak melakukan perjalanan Arbain, yakni momen peringatan 40 hari wafatnya Husein bin Ali. Acara tersebut biasanya menarik jutaan umat Syiah ke Irak setiap tahunnya.

“Karena keselamatan peziarah Iran adalah prioritas bagi kami, warga kami perlu untuk sementara menahan diri dari bepergian ke Irak sampai pemberitahuan lebih lanjut,” kata Mirahmadi, dikutip laman Iran Front Page, Selasa (30/8/2022).

Kedutaan Besar (Kedubes) Iran di Irak juga meminta warga Iran tidak melakukan perjalanan ke kota Kadhimiya, Samarra, dan Baghdad. “Mengingat jam malam yang diberlakukan oleh pemerintah Irak yang terhormat, semua peziarah Iran dan rekan senegaranya, yang hadir di kota-kota suci Karbala, dan Najaf, dengan hormat diminta untuk mencegah bepergian ke kota-kota Baghdad, Kadhimiya dan Samarra sampai pemberitahuan selanjutnya,” kata Kedubes Iran.

Pada Senin (29/8/2022), ulama Syiah Irak, Muqtada al-Sadr, mengumumkan berhenti dari aktivitas politik. Langkah itu sebagai respons atas kebuntuan politik yang pelik dan berkepanjangan di negara tersebut. “Dengan ini saya mengumumkan penarikan terakhir saya,” kata al-Sadr dalam sebuah pernyataan yang diunggah di akun Twitter resminya.

Dia secara terbuka mengkritik sesama pemimpin politik Syiah karena gagal mengindahkan seruannya untuk reformasi. Al-Sadr tak menjelaskan tentang penutupan kantornya. Namun dia mengungkapkan bahwa lembaga budaya dan agama akan tetap buka atau beroperasi. Partai al-Sadr, Blok Sadris, memenangkan kursi terbesar di parlemen dalam pemilu yang digelar Oktober tahun lalu. 

Namun pada Juni lalu, dia menarik semua anggota partainya dari parlemen. Hal tersebut dilakukan setelah al-Sadr gagal membentuk pemerintahan pilihannya yang akan mengecualikan pesaingnya yang disokong Iran.

 

Setelah menarik semua anggota partainya dari parlemen, para pendukung al-Sadr menyerbu zona pemerintah pusat Baghdad. Sejak momen tersebut, mereka menduduki gedung parlemen. Proses pemilihan presiden dan perdana menteri baru pun terhenti. Selama 10 bulan terakhir, tak ada pemerintahan terpilih di Irak.

Saat ini al-Sadr menuntut pembubaran parlemen dan penyelenggaraan pemilu dini. Dia mengatakan, tak ada politisi yang telah berkuasa sejak invasi Amerika Serikat (AS) tahun 2003 dapat memperoleh atau memegang jabatan. Sekutu al-Sadr, yakni Mustafa al-Kadhimi, masih tetap menjabat sebagai perdana menteri sementara.

Setelah al-Sadr mengumumkan menarik diri dari kegiatan politik, ratusan pendukungnya menyerbu istana pemerintah. Mereka merobohkan penghalang semen di luar istana dengan menggunakan tali. Setelah itu, mereka menerobos gerbang istana. Para simpatisan al-Sadr pun terlibat bentrok dengan pasukan keamanan.

Bentrokan antara para pendukung al-Sadr dan pasukan keamanan juga terjadi di dalam Zona Hijau atau Green Zone yang dijaga ketat pada Senin malam. Zona Hijau merupakan pusat pemerintahan Irak sekaligus tempat gedung kedutaan-kedutaan asing berada. Menurut beberapa pejabat, saat bentrokan berlangsung, terdengar beberapa kali ledakan mortir.

Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) turut terlibat dalam menghadapi massa pendukung al-Sadr di Zona Hijau Baghdad. PMF adalah kelompok payung yang terdiri dari kelompok-kelompok paramiliter yang disetujui negara. Pejabat medis mengungkapkan, puluhan pengunjuk rasa terluka akibat tembakan dan gas air mata. Sejauh ini setidaknya 20 orang sudah dilaporkan tewas dalam bentrokan. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler