PBB Sebut Referendum Rusia untuk Caplok Wilayah Ukraina Ilegal
AS akan mengajukan rancangan resolusi di DK PBB atas referendum Rusia
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut referendum yang didukung Rusia di wilayah pendudukan Ukraina bukanlah ekspresi asli dari keinginan rakyat dan tidak sah menurut hukum internasional.
"Tindakan sepihak yang bertujuan untuk memberikan polesan legitimasi pada upaya akuisisi secara paksa oleh satu negara atas wilayah negara lain, seraya mengklaim mewakili kehendak rakyat, tidak dapat dianggap sebagai hukum di bawah hukum internasional," kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian Rosemary DiCarlo kepada Dewan Keamanan PBB, Selasa (27/9/2022).
Media pemerintah Rusia mengumumkan bahwa 98 persen pemilih memilih untuk bergabung dengan Rusia setelah referendum di wilayah Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk, dan Luhansk di Ukraina. DiCarlo mengatakan PBB tetap berkomitmen penuh pada kedaulatan, persatuan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Ukraina.
Dia mengatakan PBB menuntut agar Rusia, di bawah hukum internasional, menghormati hukum Ukraina di wilayah pendudukannya. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan kepada 15 anggota DK PBB bahwa referendum Rusia adalah upaya untuk mencuri wilayah dan menghapus norma-norma hukum internasional. Dia menyerukan agar Rusia diisolasi sepenuhnya.
"Ini adalah upaya yang sangat mengolok-olok untuk memaksa penduduk laki-laki di wilayah pendudukan Ukraina untuk memobilisasi ke dalam tentara Rusia untuk berperang melawan tanah air mereka," kata Zelenskyy.
Dia mengatakan jika Rusia mencaplok wilayah Ukraina yang diduduki dalam referendum palsu, itu berarti tidak ada yang perlu dibicarakan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Zelenskyy menuduh Rusia melancarkan "kebijakan genosida" dan membawa dunia selangkah dari bencana nuklir. Dia menuntut Rusia dikeluarkan dari semua organisasi internasional.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan Washington akan mengajukan rancangan resolusi di DK yang mengutuk apa yang disebutnya referendum palsu di wilayah Ukraina yang memisahkan diri.
Thomas-Greenfield mengatakan jika Rusia memveto rancangan resolusi tersebut, Washington akan meminta Majelis Umum untuk membahas veto tersebut. Dia mendesak negara-negara untuk tidak mengakui perubahan status Ukraina dan menuntut agar Rusia menarik pasukannya.
Sementara itu, Dubes China untuk PBB Zhang Jun mengatakan kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dihormati, tujuan dan prinsip Piagam PBB harus dipatuhi, dan masalah keamanan yang sah dari semua negara harus ditanggapi dengan serius.
Di lain pihak, Dubes Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membela referendum yang didukung Moskow di wilayah-wilayah pendudukan Ukraina, dengan mengatakan bahwa referendum tersebut diadakan "secara transparan", dengan menghormati norma-norma internasional.