Iran: Joe Biden Sebaiknya Urus Catatan HAM di AS

Biden mengumumkan sanksi tambahan pada Iran merespons kematian Mahsa Amini.

AP Photo/Vahid Salemi
Presiden Iran Ebrahim Raisi berpidato di depan parlemen dalam sesi mosi percaya untuk menteri tenaga kerja yang diusulkannya di Teheran, Iran, Selasa, 4 Oktober 2022. Presiden AS Joe Biden diminta mengurus kasus HAM di negaranya sendiri alih-alih masalah Iran.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemerintah Iran telah menuding Amerika Serikat (AS) munafik. Hal itu disampaikan setelah Presiden Joe Biden mengumumkan akan mengambil tindakan lanjutan terhadap Iran terkait caranya menangani aksi unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini.

Baca Juga


“Akan lebih baik bagi Bapak Joe Biden untuk berpikir sedikit tentang catatan hak asasi manusia (HAM) di negaranya sendiri sebelum membuat gerakan kemanusiaan, meskipun kemunafikan tidak perlu dipikirkan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Anani dalam sebuah unggahan di akun Instagram, Selasa (4/10/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Menurut dia, Biden seharusnya prihatin dengan berbagi sanksi yang dikenakan terhadap Iran. “Sanksi yang diterapkan terhadap negara mana pun adalah contoh yang jelas dari kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujar Kanani.

Pada Senin (3/10/2022) lalu, Biden mengumumkan dia akan mengambil tindakan tambahan terhadap Iran menyusul aksi represif aparat keamanan negara tersebut dalam merespons gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini. “Pekan ini, AS akan mengenakan biaya lebih lanjut pada pelaku kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai. Kami akan terus meminta pertanggungjawaban pejabat Iran dan mendukung hak-hak warga Iran untuk memprotes secara bebas,” kata Biden.

Dia pun menegaskan dukungan AS terhadap kaum perempuan Iran. “AS berdiri bersama perempuan-perempuan Iran dan semua warga Iran yang menginspirasi dunia dengan keberanian mereka,” ucapnya.

Sebelumnya AS sudah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat Iran menyusul kematian Mahsa Amini. Sanksi baru itu menargetkan Kepala Kepolisian Moral Iran Mohammad Rostami Cheshmeh Gachi dan Direktur Kepolisian Moral Iran wilayah Teheran Haj Ahmad Mirzaei.

 

Mirzaei dilaporkan telah dicopot sementara dari jabatannya. Sanksi AS juga membidik Menteri Intelijen Iran Esmail Khatib, Wakil Komandan Pasukan Basij Salar Abnoush, Wakil Komandan Pasukan Penegakan Hukum (LEF) Qasem Rezaei, Komandan Provinsi LEF Manouchehr Amanollahi, dan Komandan Pasukan Darat Tentara Iran Kiyumars Heidari.

Sejauh ini kepolisian Iran telah menangkap ribuan orang yang berpartisipasi dalam demonstrasi. Kerusuhan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa telah menyebabkan lebih dari 130 orang tewas.

Saat ini Iran tengah menghadapi gejolak akibat tewasnya Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun. Sebelum meninggal, dia diduga dianiaya polisi moral Iran. Amini ditangkap pada 13 September lalu karena hijab yang dipakainya dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

 

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler