Subsidi BBM untuk Kalangan Terbatas, yang tak Berhak Apakah akan Ditindak?
DPR mendorong revisi aturan pembatasan penerima BBM subsidi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Persoalan BBM Subsidi selalu menjadi permasalahan karena kebijakan menyubsidi produk dinilai kurang tepat. Salah satunya seperti selalu adanya protes setiap kali ada kenaikan BBM Subsidi.
"Kita di DPR dan juga Pemerintah saat dihadapkan demo masyarakat soal kenaikan BBM. Tentu kita menghargai dan menghormati itu sebagai hak masyarakat yang dilindungi institusi. Namun, jika kita mau bijak (bukan berarti saya membela) seharusnya demo juga itu yang tidak berhak mengonsumsi BBM subsidi," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, saat menjadi narasumber diskusi Media Forum MONITOR, Kamis (13/10/2022).
Pada kesempatan tersebut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga mendesak pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) 191 tahun 2014 terkait penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak.
"Dalam waktu dekat, Perpres 191 tahun 2014 ini harus segera direvisi, agar kita bisa mengetahui siapa saja yang berhak mendapatkan BBM subdidi ini. Sebab selama ini mereka tidak mengetahui ada tidaknya larangan atau aturan untuk menghentikan mereka, sehingga bagi mereka (yang tidak berhak) tidak lagi mengkonsumsi BBM subsidi," katanya.
Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam
Dengan adanya payung hukum ini, kata dia, negara bisa menindak tegas kalangan yang sengaja menyalahgunakan BLT BBM subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu.
"Ini supaya kita bisa melakukan tindakan untuk menegakkan hukum, dengan diawali adanya payung hukum yang kuat," tandasnya.
Saat ini, terang Eddy kebutuhan BBM dalam negeri besar, sementara produksinya kecil sehingga kita menjadi negara kita importer ditengah harga menyak dunia yang terus mengalami kenaikan.
"Kita di DPR masih menunggu dan terus mendesak agar Perpres 191 Tahun 2014 itu segera direvisi. Bayangkan selama kita menunggu itu berapa banyak BBM subsidi kita dikonsumsi yang kurang berhak," tegasnya.
Eddy Soeparno juga menekankan bahwa subsidi produk seperti BBM pada dasarnya tidak tepat. "Ini perlu mendapat perhatian bersama. Mensubsidi produk dari dulu itu memang tidak pas. Lebih baik mensubsidi penerimanya yang berhak. Cuma masalahnya kita dihadapkan pada akurasi data yang masih belum sempurna. Tapi kita harus berani memulai (pembenahan)," ujarnya.
"Beban subsidi yang besar dan terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun karena over kuota dari BBM subsidi menyebabkan pemerintah harus tambah dana masalahnya sampai kapan? Saat ini saja 500 triliun setiap tahun. Dan kita tahu semua datanya 80 persen konsumsi BBM Subsidi tidak tepat sasaran," tambahnya.
Pada sisi lain, Eddy menyebut adanya penggunaan BBM karena kita masih tergantung energi fosil, untuk itu kedepan kita harus bertansformasi kepada energi non fosil. "Kita sudah mulai mengenalkan kendaraan listrik kedepan akan mengurangi. Harus ada langkah2 yang pro terhadap penggunaan energi alternatif ini," ungkapnya.
Di lokasi yang sama, pengamat energi Khalid Syaerazi menyebut penyaluran BBM subsidi di lapangan masih belum tepat sasaran. Kendati demikian, ia tidak menyalahkan Pertamina selaku badan usaha yang dimandatkan negara untuk menyalurkan BBM subsidi.
Dikatakan Khalid, Pertamina tidak memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi siapa saja kalangan yang berhak menerima bantuan BBM subsidi.
"Ini kegagalan kita bersama. Sebab bukan tugas Pertamina untuk mengidentifikasi siapa mustahik KPM BBM, melainkan negara," kritik Khalid.
Khalid mengungkapkan jumlah KPM (Keluarga Penerima Manfaat) yang disubsidi sejauh ini belum jelas. Berdasarkan data orang miskin versi BPS, jumlah penerima manfaat sebanyak 26.1 Juta.
Baca juga: Mualaf Sujiman, Pembenci Adzan dan Muslim yang Diperlihatkan Alam Kematian
Sedangkan KPM BLT BBM yang diumumkan Presiden Joko Widodo mencapai 26,1 juta. Berdasarkan DTKS mencapai 13,9 juta, dan berdasarkan data pelanggan PLN yang menerima tarif subsidi sejumlah 37 juta orang.
Untuk itu, dia pun mengusulkan agar subsidi BBM ini dirombak dengan sistem tertutup. Selain itu dia meminta agar data mustahik (penerima manfaat) BBM subsidi harus diperjelas.
"Selama data ini belum beres. Maka, Indonesia tidak akan bisa membenahi aturan subsidi ini," tegasnya.