Cerita Ferdy Sambo Diduga Bohongi Kapolri Soal Kematian Brigadir J
Di hadapan pimpinan Polri, Ferdy Sambo selalu menjawab tidak membunuh Brigadir J.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ferdy Sambo bukan cuma membohongi para anak buahnya di Divisi Propam Polri terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J). Namun, mantan Kadiv Propam itu juga membohongi para petinggi Polri.
Dalam dakwaan kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang sudah dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel terungkap Ferdy Sambo mengaku kepada pimpinan Polri tak melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Disebutkan dalam dakwaan, setelah Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7/2022), ia sempat menghadap menemui petinggi Polri di Mabes Polri.
Dakwaan JPU tak menyebutkan siapa pimpinan Polri yang dimaksud itu. Akan tetapi mengacu dakwaan, Ferdy Sambo menghadap pimpinan Polri ditemani Brigjen Hendra Kurniawan, pada Jumat (8/7/2022) sebelum pukul 22.00 WIB.
Dakwaan menyebutkan, Ferdy Sambo menyampaikan pembicaraannya dengan pimpinan Polri itu kepada anak buahnya di Div Propam. “Saya sudah menghadap pimpinan, dan menjelaskan,” kata Ferdy Sambo kepada Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali, seperti dikutip dari dakwaan.
“Pertanyaan pimpinan cuma satu,” kata Sambo. Yaitu tentang peristiwa tembak-menembak antara Bharada Richard Eliezer (RE) dan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
“Kamu nembak nggak, Mbo,” begitu tanya pimpinan Polri kepada Ferdy Sambo, yang diceritakan ulang kepada Brigjen Hendra,dan Brigjen Benny Ali. Ferdy Sambo menyampaikan jawaban dengan meyakinkan kalau tak turut serta melakukan penembakan terhadap Brigadir J.
“Siap. Tidak Jenderal,” jawab Ferdy Sambo.
Untuk lebih menguatkan jawabannya itu, Ferdy Sambo, dikatakan dalam dakwaan, menerangkan senjata yang digunakan oleh Bharada RE untuk menembak Brigadir J tak sepadan dengan pistol pegangannya. Pun Ferdy Sambo dikatakan dalam dakwaan meyakinkan pimpinan Polri kalau untuk menembak Brigadir J tak perlu dilakukan di rumah dinasnya di Duren Tiga 46.
“Kalau saya nembak kenapa harus di dalam rumah. Pasti saya selesaikan di luar. Kalau saya yang nembak bisa pecah itu kepalanya jebol. Karena senjata pegangan saya kaliber 45,” begitu kata Ferdy Sambo kepada pimpinan Polri. Jawaban Ferdy Sambo atas pertanyaan Pimpinan Polri itu, pun kembali diceritakan kepada Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali.
Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali adalah dua bawahan langsung Ferdy Sambo di Div Propam Mabes Polri. Brigjen Hendra pada saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Div Propam. Sedangkan Brigjen Benny Ali, saat itu menjabat sebagai Karo Provos Div Propam. Kepada dua anak buahnya itu, Ferdy Sambo, pun meminta agar penanganan kasus kematian Brigadir J tetap mengacu atas keterangan Bharada RE, Bripka Ricky Rizal (RR), dua ajudan yang terlibat langsung, dan mengetahui langsung perisitiwa tembak-menembak tersebut.
Satu lagi saksi yang disebut Ferdy Sambo untuk menambah keterangan adalah Kuat Maruf (KM), pembantu rumah tangga keluarga Sambo. Ketiga orang tersebut, Bharada RE, dan Bripka RR, serta KM, setelah peristiwa di Duren Tiga, dibawa Ferdy Sambo ke Biro Paminal dan Biro Provos untuk memberikan keterangan terkait tewasnya Brigadir J.
Namun ketiganya itu, menjadikan narasi Ferdy Sambo sebagai acuan dalam pemberian keterangan. Bahwa tewasnya Brigadir J akibat terjadinya tembak-menembak dengan Bharada RE.
Juga disebutkan tembak-menembak itu berawal dari peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, istri dari Ferdy Sambo. Karena itu, Ferdy Sambo kepada Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali menegaskan saat itu, peristiwa tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J tersebut, juga menyangkut harga dirinya sebagai jenderal bintang dua.
“Ini masalah harga diri. Percuma punya jabatan dan pangkat bintang dua kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Brigadir J,” begitu kata Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo meminta Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali agar proses hukum kematian Brigadir J tersebut dilakukan apa adanya. “Mohon rekan-rekan (Brigjen Hendra dan Brigjen Benny Ali), untuk masalah ini diproses apa adanya sesuai dengan kejadian di TKP, keterangan saksi dan barang bukti untuk diamankan. Baiknya untuk penanganan tindak lanjut di Paminal saja,” kata Ferdy Sambo.
Soal Ferdy Sambo menghadap pimpinan Polri itu, sebetulnya juga pernah diungkapkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo, pada Rabu (24/8/2022) lalu. Jenderal Sigit mengatakan, dirinya memang didatangi Ferdy Sambo untuk melaporkan kejadian tembak-menembak antara Bharada RE yang menewaskan Brigadir J.
“Saat itu saya tanyakan, ‘Kamu bukan pelakunya’,” begitu kata Jenderal Sigit. Kapolri menegaskan kepada Ferdy Sambo, untuk mengungkap kasus tersebut sesuai fakta yang ada.
Kasus kematian Brigadir J itu, kini sudah dalam persidangan. Lima terdakwa diajukan ke muka hakim. Mereka di antaranya adalah terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Sambo, Bharada RE, Bripka RR, dan Kuat Maruf (KM). Kelima terdakwa itu dijerat dengan sangkaan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUH Pidana juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Kelima terdakwa itu terancam hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.