Diet Ini Bisa Redakan Stres dalam Sebulan, Apa Itu?
Pola makan bisa membantu mengelola stres.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru dalam jurnal Nature mengungkapkan bahwa diet psikobiotik bisa membantu menurunkan kadar stres dalam waktu satu bulan. Diet psikobiotik merupakan pengaturan pola makan yang tinggi akan makanan fermentasi dan prebiotik.
Studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari APC Microbiome ini melibatkan 45 orang dewasa yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 24 orang dewasa yang diminta untuk menerapkan diet psikobiotik selama empat pekan, sedangkan kelompok kedua terdiri dari 21 orang sebagai kelompok kontrol.
Selama studi berlangsung, tingkat stres, kesehatan secara umum, dan pola makan para partisian diukur melalui kuesioner yang tervalidasi. Tim peneliti juga melakukan analsiis terhadap sampel plasma, urin, dan feses para partisipan.
Seperti dilansir Nature, tim peneliti mendapati adanya penurunan tingkat stres yang signifikan pada kelompok pertama, yaitu 32 persen. Sedangkan penurunan tingkat stres pada kelompok kontrol adalah 17 persen.
"Intervensi diet psikobiotik jangka pendek dapat memperbaiki stres yang dirasakan pada populasi sehat, sekaligus memicu perubahan metabolik spesifik pada mikrobiota usus," jelas tim peneliti.
Ini merupakan salah satu studi pertama yang menyoroti interaksi antara pola makan, mikrobiota, dan kesehatan mental. Tim peneliti menilai perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dan durasi yang lebih lama untuk mengonfirmasi temuan ini.
Apa Kata Ahli Gizi?
Makanan fermentasi seperti roti sourdough, tempe, kimchi, atau kefir dan makanan tinggi serat seperti sayuran hijau dan gandum bisa memang bisa memberikan dampak yang nyata pada fungsi stres tubuh, menurut ahli gizi Jenna Hope. Hal ini bisa terjadi karena makanan-makanan ini mengandung bakteri baik dan serat prebiotik yang bisa memelihara kesehatan usus.
"Dengan cara memberi makan bakteri baik (di usus)," ungkap Hope, seperti dilansir Woman and Home.
Hope mengatakan, konsumsi makanan fermentasi dan makanan berserat tinggi dapat memicu produksi asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat, dan propionat. Hope mengatakan asam lemak rantai pendek diyakini berkaitan dengan beragam manfaat kesehatan seperti perbaikan suasana hati, penyerapan nutrisi, dan kualitas tidur.
Ahli gizi Dr Claire Shortt menambahkan, makanan-makanan seperti ini juga memiliki sifat antiinflamasi. Seperti diketahui, makanan yang bersifat antiinflamasi berkaitan dengan penurunan kadar kortisol di dalam tubuh.
Selain makanan fermentasi dan berserat tinggi, Dr Shortt mengatakan makanan yang mengandung lemak sehat atau lemak tak jenuh juga dapat menurunkan inflamasi. Teh hijau, dark chocolate, dan buah beri pun memiliki banyak antioksidan dan polifenol yang bisa membantu mengurangi inflamasi.
Mengacu pada studi dari Second Medical Military University dan Boston University School of Medicine, peradangan merupakan respons langsung terhadap stres. Peradangan ini menjadi reaksi fisik untuk meningkatkan pelepasan hormon adrenalin dan kortisol ketika respons fight or flight terpicu.
"Mengonsumsi makanan yang seimbang dalam interval yang rutin sepanjang hari akan membantu meregulasi kadar kortisol di dalam tubuh dan nantinya juga membantu mengurangi inflamasi," jelas Dr Shortt.
Meski pola makan bisa membantu mengelola stres, Dr Shortt mengatakan pengelolaan stres juga perlu memperhatikan beberapa faktor lain. Sebagian di antaranya adalah menjaga kualitas dan kuantitas tidur, olahraga rutin, serta istirahat.
"Semua adalah faktor yang berkontribusi terhadap pengelolaan kadar stres," ungkap Dr Shortt.
Terkait asupan makan, ada lima macam makanan yang diketahui dapat membantu menurunkan stres. Berikut ini adalah kelima makanan tersebut beserta beberapa contohnya:
1. Makanan fermentasi: Tempe, kimchi, yoghurt kefir, acar, kombucha, miso, cuka sari apel, roti sourdough.
2. Makanan berserat tinggi: Kacang polong, lentil, kacang merah, brokoli, alpukat, buah beri, apel, buah kering, wortel, pisang, stroberi.
3. Makanan protein tinggi: Daging merah tanpa lemak seperti sapi dan domba, unggas seperti ayam dan kalkun, ikan dan makanan laut, khususnya udang, kepiting, dan lobster, serta produk olahan susu seperti susu, yoghurt, telur, dan keju.
4. Makanan tinggi omega 3: Ikan seperti salmon, tiram, sarden, biji chia, dan minyak zaitun.
5. Makanan tinggi lemak sehat atau tak jenuh: Minyak seperti minyak kacang atau minyak kanola, alpukat, kacang-kacangan seperti almond, hazelnut, dan pecan, serta biji-bijian seperti wijen dan labu.