Temuan Etilen Glikol Puluhan Persen, IAI: Pantas Anak Kecil Minum Jadi Bermasalah

Ambang batas EG dan DEG untuk konsolven tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi bahan kimia di gudang farmasi. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menanggapi temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen.
Rep: Fauziah Mursid Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menanggapi temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen. Wakil Ketua IAI Prof Keri Lestari mengatakan, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

Baca Juga


Karena itu, Keri menyebut temuan cemaran EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol itu sangat berbahaya. "Itu kalau sampai 50-90 persen, saya amazing banget, itu bukan lagi cemaran tetapi itu barang kali ada replacement ya, sangat tinggi sekali," ujar Keri saat Media briefing Update Kasus Gangguan ginjal Akut Progresif Atipikal atau GgGAPA secara daring, Rabu (9/11).

Dia menjelaskan, cemaran itu biasanya besarannya kecil yakni tidak boleh tinggi dari ambang batas aman 0,1 persen. Namun, kata dia, jika sudah sampai puluhan persen itu sudah lewat dari kategori cemaran dan sangat berbahaya.

"Apalagi kalau sampai puluhan persen seperti itu, pantas kalau anak kecil itu minum itu terjadi masalah," ujar Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran Bandung tersebut.

Karena itu, IAI mempersoalkan temuan kadar EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol yang sangat besar. Dia mendorong penyelidikan ada kadar EG dan DEG yang sangat besar di bahan baku industri farmasi.

"Kenapa ada DEG dan EG sebesar ini di sediaan farmasi berarti ada permasalahan dari bahan baku. itu yang kita liat, karena memang seharusnya sudah terdeteksi sejak bahan baku pula, itu harusnya tidak digunakan dalam kondisi bahan baku dengan DEG dan EG sebesar itu," ujar Keri.

Keri mengatakan, penyelidikan internal IAI dengan rekan apoteker di industri farmasi juga menegaskan pada IAI jika apoteker telah mematuhi regulasi pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka juga menyatakan bahan baku yang dibeli aman untuk farmasi dan tertulis aman untuk farmasi.

"Karena rekan sejawat apoteker yang di lapangan (menyatakan) mereka comply terhadap CPOB di Indonesia mereferensi pada internasional, jadi sisi regulasi SOP sangat terjaga, sehingga kalau ada terjadi seperti ini kalau memang itu awalnya dari bahan baku," ujar Keri.

Selain itu, Keri juga menyebut ada beberapa industri farmasi yang menuntut pabrik pemasok (supplier) bahan baku ke industri farmasi tidak sesuai isinya. Karena itu, IAI juga akan mengajukan pertemuan dengan BPOM untuk mendiskusikan lebih lanjut temuan tersebut.

"Insyaallah akan diskusi khusus dengan BPOM untuk ketahui apa yang kita dapat baru dari sejawat apoteker dan industrinya, kita ingin melihat juga apa temuan di lapangan dari BPOM sehingga kita punya positioning jelas berbasis data, tidak berbasis asumsi dalam mengambil satu kebijakan sesuai dgn kode etik apoteker yang memang ada di asosiasi," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler