Komisi III Ungkap Celah Korupsi dari Kewenangan OJK Lewat UU PPSK

UU PPSK berpotensi membuat OJK tak independen karena tak ada pengawasan

Antara/Akbar Nugroho Gumay
Ilustrasi OJK. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyoroti Pasal 49 Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyoroti Pasal 49 Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi satu-satunya yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.

Ia mengatakan, kewenangan tersebut dikritik banyak pihak karena berpotensi membuat OJK tidak independen karena tidak memiliki pengawas. Di samping itu, Ia menganggap kewenangan absolut itu justru ciptakan celah korupsi.

"Untuk mengusut tindak pidana di sektor jasa keuangan, harus dilakukan kolaborasi kelembagaan agar terjadi proses check and balances. Jadi jika salah satu diberi kewenangan absolut, di situ justru saya rasa akan muncul potensi-potensi korupsi baru. Sangat berbahaya sekali," ujar Sahroni lewat keterangannya, Jumat (6/1/2023).

Dalam Pasal 49 UU PPSK menjelaskan, penyidik OJK terdiri dari pejabat penyidik Polri, pejabat pegawai negeri sipil tertentu, dan pegawai tertentu. Selanjutnya dalam Pasal 49 Ayat 2 dijelaskan, penyidik yang berasal dari pejabat pegawai negeri sipil tertentu diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, yakni Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kemudian dalam Pasal 49 Ayat 3 menyebutkan, pegawai tertentu yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik ditetapkan setelah memenuhi kualifikasi oleh Polri. "Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik OJK," bunyi Pasal 49 Ayat 5.

Sahroni menambahkan, selama ini Polri bersama OJK sudah sangat cepat dan profesional menyelesaikan banyak kasus tindak pidana sektor jasa keuangan. Dirinya menilai, justru kerja sama Polri dan OJK harus semakin diperkuat, bukan malah terkesan dipisahkan lewat UU PPSK.

"Selama ini saya rasa kinerja Polri-OJK sudah sangat hebat (di tindak pidana sektor jasa keuangan). Namun jika banyak yang menilai perlu ada peningkatan kinerja, justru kita harus buat Polri lebih bersinergi lagi dengan lembaga-lembaga terkait," ujar Sahroni.

"Sebab tantangan ke depan ini semakin mengerikan, memisahkan Polri sama saja menciptakan kelemahan baru pada sistem kita," sambung politikus Partai Nasdem itu.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler