Presiden Jokowi Tegaskan Komitmen Pemerintah Berantas Korupsi tak Surut
Presiden memerintahkan aparat penegak hukum melakukan perbaikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tak akan pernah surut. Ia meminta aparat penegak hukum agar memroses berbagai kasus hukum tanpa pandang bulu dan tebang pilih.
“Saya ingatkan kembali kepada aparat penegak hukum untuk memroses tindakan pidana tanpa pandang bulu dan tanpa tebang pilih,” tutur Jokowi dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Selasa (7/2/2023).
Jokowi menyebut pemerintah akan terus melakukan pengejaran dan penyitaan terhadap aset-aset obligor BLBI yang tidak kooperatif. Selain itu, aparat penegak hukum juga disebutnya telah melakukan penindakan tegas terhadap sejumlah aset mega korupsi seperti kasus ASABRI dan Jiwasraya. “Hal serupa juga akan dilakukan untuk kasus-kasus yang lainnya,” kata dia.
Ia menegaskan, pemerintah tidak akan mengintervensi proses penegakan hukum. Namun demikian, Jokowi meminta agar aparat penegak hukum harus bertindak profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Pemerintah tidak akan campur tangan terhadap penegakan hukum dan aparat penegak hukum harus profesional dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Jokowi.
Presiden menyampaikan, hasil skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang merosot menjadi masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan perbaikan. Ia meminta seluruh jajaran pemerintahan baik di pusat maupun daerah agar memerbaiki sistem administrasi pemerintahan dan sistem pelayanan publik yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Selain survei Indeks Persepsi Korupsi, Jokowi juga mengaku mengikuti secara cermat berbagai survei lainnya sebagai bahan masukan pemerintah, di antaranya yakni indeks demokrasi Indonesia, indeks negara hukum, dan global competitiveness index.
“Indeks Persepsi Korupsi yang diterbitkan beberapa hari yang lalu menjadi masukan bagi pemerintah dan juga bagi aparat penegak hukum untuk memperbaiki diri,” tegas Jokowi.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini juga mengingatkan aparat penegak hukum agar melakukan penegakan hukum seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Ia juga menegaskan tidak akan memberikan toleransi kepada pelaku tindak pidana korupsi. “Saya tegaskan kembali, saya tidak akan pernah memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Pemerintah, kata, dia terus berupaya melakukan pencegahan dengan membangun sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan dan akutabel. Antara lain sistem pemerintahan berbasis elektronik, perizinan online single submission, dan juga pengadaan barang dan jasa melalui e-katalog.
Seperti diketahui, penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 ini menjadi titik terendah sejak 2015. Perolehan ini juga membuat posisi Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun 2021 yang mencapai ranking 96.
Transparency International Indonesia (TII) merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori. Adapun skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
“CPI (corruption perception index) Indonesia pada 2022 berada pada skor 34 dari skala 100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995,” kata Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak dua poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 83), diikuti Malaysia (47), Timor Leste (42), Vietnam (42), Thailand (36), Indonesia (34), Filipina (33), Laos (31), Kamboja (24), dan Myanmar (23).
Sementara di tingkat global, Denmark menduduki peringkat pertama dengan IPK 90, diikuti Finlandia dan Selandia Baru (87), Norwegia (84), Singapura dan Swedia (83), serta Swiss (82). Sementara posisi terendah ada Somalia dengan skor 12, Suriah dan Sudan Selatan (13), serta Venezuela (14).
“Dalam indeks kami tampak negara dengan demokrasi yang baik rata-rata skor IPK 70 dibandingkan negara yang cenderung otoriter, tingkat korupsinya rata-rata 26,” ujar Wawan.