12 Ribu Bayi Derita Penyakit Jantung Kongestif Tiap Tahun, Sebagiannya Meninggal

Banyak anak Indonesia punya penyakit jantung bawaan dan belum tertangani dengan baik.

www.freepik.com
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, setiap tahunnya sekitar 12 ribu bayi yang menderita penyakit jantung kongestif. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 6.000 anak yang mendapatkan penanganan, sementara sisanya belum dapat tertangani yang kemudian berujung kepada kematian.(ilustrasi).
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, setiap tahunnya sekitar 12 ribu bayi yang menderita penyakit jantung kongestif. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 6.000 anak yang mendapatkan penanganan, sementara sisanya belum dapat tertangani yang kemudian berujung kepada kematian. 

Baca Juga


Untuk itu, Kementerian Kesehatan RI melibatkan kolaborasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Kardiolog Indonesia (Perki) untuk meningkatkan pelayanan pasien jantung pada anak di Indonesia. "Saya kagum dan bangga karena Perki, IDAI, kolegium anak dan jantung yang sudah mau bekerja sama untuk bisa mengatasi masalah di masyarakat, karena sebenarnya banyak anak-anak kita yang memiliki penyakit jantung bawaan yang belum tertangani dengan baik," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Ia mengatakan, penyakit jantung bawaan pada anak di Indonesia memiliki prevalensi yang tinggi dengan ketersediaan pelayanan yang terbatas dan belum merata di seluruh tanah air. Saat ini hanya ada 40 rumah sakit yang mampu memberikan layanan cathlab, dan 10 rumah sakit yang mampu melakukan bedah jantung terbuka.

Selain itu, masih dibutuhkan 1.282 spesialis jantung dan pembuluh darah serta spesialis lainnya untuk memberikan layanan jantung dan kardiovaskuler. Mengurai persoalan tersebut, Ikatan IDAI dan Perki bersama Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia (IKAI), dan Kolegium Jantung Pembuluh Darah Indonesia (JPDI) menjalin kerja sama tentang pelayanan dan pendidikan pada bidang kardiologi anak dan penyakit jantung bawaan.

Kolaborasi tersebut didasari dengan penandatanganan nota kesepahaman dan kerja sama antara keduanya di Jakarta. Kolaborasi tersebut merupakan wujud nyata implementasi transformasi kesehatan pilar kedua. Transformasi pilar kedua mulai dari peningkatan jejaring RS rujukan terutama untuk pelayanan sembilan penyakit prioritas di antaranya jantung, kanker, strok, dan ginjal.

Kementerian Kesehatan akan meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan infrastruktur, memenuhi kebutuhan dokter spesialis dan nakes lainnya dan adanya penguatan sistem rujukan yang adekuat dari FKTP ke rumah sakit rujukan. Budi mengatakan, semua provinsi dan kabupaten/kota memiliki layanan untuk menangani kasus penyakit katastropik tersebut pada 2026.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, perjanjian kerja sama penanganan jantung anak merupakan momen bersejarah bagi pembangunan kesehatan khususnya layanan jantung di Tanah Air. Dia optimistis, kerja sama tersebut menjadi awal yang baik bagi peningkatan layanan jantung pada anak.

Menurut dia, saat ini adalah era kolaborasi dan networking. "Dengan kolaborasi ini, kami akan lebih cepat menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung bawaan ini dalam perwujudan tindak nyata di lapangan dan bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian anak akibat jantung di Indonesia," kata dia.

Ketua Perki Radityo Prakoso mengajak kolegium dengan ilmu kesehatan anak dan ilmu penyakit jantung untuk maju bersama memberikan output yang lebih baik. Tujuannya, kata dia, agar generasi muda bisa terselamatkan dan beban negara lebih ringan karena mereka bisa bekerja dan tidak menjadi beban masyarakat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler