Demokrat Desak PPATK Telusuri Dugaan Dana untuk Tunda Pemilu 2024

Demokrat menegaskan Presiden tak punya kewenangan mengatur pemilu.

Dok DPR
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny Kabur Harman.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman menjadi pihak yang menyampaikan adanya dana besar untuk menunda pemilihan umum (Pemilu) 2024. Jelasnya, ia mendengar adanya isu tersebut dan meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri dugaan tersebut.

"Coba PPATK menelisik, buka mata, buka telinga ya kan, buka mata, buka telinga. Saya minta PPATK buka mata, buka telinga, pasang hidung, cium bau-bau nya ya kan mengenai isu penundaan pemilu," ujar Benny usai rapat kerja dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Rabu (15/2/2023).

"Saya kan di parlemen ini kan mencium baunya, harumnya, mendengar ada, kebisingan ya kan, seperti itu, itu aja. Apakah betul atau tidak ya? PPATK lah yang lacak," sambung Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Tegasnya, pemilu setiap lima tahun sekali sudah diatur oleh konstitusi dan dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemerintah dinilainya tak boleh mengintervensi pelaksanaan tahapan Pemilu 2024.

"Konstitusi menegaskan bahwa penyelenggara pemilu adalah KPU, bukan pemerintah, bukan presiden. Saya ulangi, penyelenggara pemilu itu adalah KPU, konstitusi, kewenangan ini diperoleh KPU dari konstitusi," ujar Benny.

"Presiden tidak punya kewenangan untuk mengatur pemilu, mengintervensi pemilu, menunda pemilu, ndak ada, tidak ada kewenangan itu. Kalau dia menunda pemilu, itu dia melanggar konstitusi, rusak negara, itu pengkhianatan terhadap konstitusi," sambungnya menegaskan.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, salah satu tugas lembaganya adalah mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dalam proses Pemilu 2024. Termasuk memantau potensi masuknya dana ilegal ke tahapannya.

"Kita menemukan ada beberapa memang indikasi ke situ dan faktanya memang ada. Nah itu kita koordinasikan terus dengan teman-teman dari KPU dan Bawaslu," ujar Ivan usai rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Indikasi tindak pidana pencucian uang dalam kontestasi, disebutnya terjadi di berbagai tingkatan. Baik di pemilihan legislatif (Pileg) hingga pemilihan kepala daerah (Pilkada).

"Jumlah agregatnya ya kita tidak ada, tidak bisa saya sampaikan di sini, pokoknya besar ya. Pidana asalnya triliunan, karena terkait dengan banyak tindak pidana kan, terkait dengan sumber daya alam," ujar Ivan.

"Kalau masuk ke orang-orang tertentu yang kita duga sebagai political person itu ya ada, banyak juga. Saya tidak bisa sebutkan," sambungnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler