Demokrat dan PKS Tolak Perppu Cipta Kerja Ditetapkan Jadi UU

PKS menilai tidak ada urgensi mendesak untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berpidato saat pembukaan BEBC (BIMG Eaga Business Council) Business Forum di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat (25/11/2022). Dalam forum bisnis rangkaian The 25th Ministerial Meeting Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) tersebut dihadiri para pejabat serta perwakilan delegasi dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina yang tergabung dalam BIMP-EAGA.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Dari sembilan fraksi, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan penolakannya.

Anggota Baleg Fraksi Partai Demokrat Santoso menjelaskan, hadirnya Perppu Cipta Kerja bukanlah solusi dari ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia. Menurutnya, janganlah pemerintah menyelesaikan masalah dengan masalah lain.

Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. MK memberikan waktu selama dua tahun bagi pemerintah untuk perbaikannya.

"Perppu Cipta Kerja bukan hanya tidak memenuhi aspek formalitas, namun juga cacat secara konstitusi dan bahkan mencoreng konstitusi itu sendiri. Kami melihat tidak ada argumentasi rasional dari pemerintah terkait penetapan kepentingan kegentingan yang memaksa dibalik Perppu ini," ujar Santoso dalam rapat pengambilan keputusan Perppu Cipta Kerja dengan pemerintah, Rabu (15/2/2023).

Terbitnya Perppu Cipta Kerja juga tidak sesuai dengan amar putusan MK. Sebab, MK menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya yang diberikan waktu selama dua tahun.

"MK jelas meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif, dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu, bahkan tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu dengan materi undang-undang sebelumnya," ujar Santoso.

Anggota Baleg Fraksi PKS Amin AK menilai, terbitnya Perppu Cipta Kerja tak memenuhi parameter kegentingan memaksa. Sebab, ia melihat bahwa pemulihan ekonomi nasional yang menjadi alasan pemerintah justru relatif stabil.

Seiring membaiknya kondisi dalam negeri usai pandemi Covid-19, kondisi rumah tangga masyarakat Indonesia juga menguat. Indonesia juga relatif tidak terdampak atas resesi global yang terjadi akibat kondisi geopolitik internasional.

"Tidak ada urgensi yang genting dan mendesak yang bisa dijadikan dasar pemerintah untuk menerbitkan Perppu. Kami Fraksi PKS menyatakan menolak RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja. Kami minta agar Perppu Cipta Kerja dicabut," ujar Amin.

Sebelum keputusan tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ada kegentingan memaksa yang membuat pemerintah memilih untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Namun ungkapnya, secara isi antara Perppu dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah sama.

"Maka Perppu Cipta Kerja secara umum sama dengan isi UU Cipta Kerja. Namun, ada beberapa yang dilakukan perbaikan," ujar Airlangga dalam rapat pembahasan Perppu Cipta Kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (15/2/2023).

Dalam pemaparannya, ada lima sektor perubahan atau perbaikan dalam Perppu Cipta Kerja terhadap UU Cipta Kerja. Kelimanya, yakni ketenagakerjaan, jaminan produk halal, serta harmonisasi dan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Perubahan selanjutnya di sektor pengelolaan sumber daya air. Terakhir adalah perbaikan teknis penulisan. "Di sektor ketenagakerjaan yang terkait dengan alih outsourcing. Kedua terkait upah minimum. Ketiga adalah perubahan frasa cacat menjadi disabilitas," ujar Airlangga.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler