Terdakwa Kasus Heli AW-101 Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

John Irfan Kenway dan kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir divonis 10 tahun.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus korupsi pengadaan helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menjalani sidang lanjutan di Jakarta, Senin (31/10/2022). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi terkait tindak pidana korupsi pengadaan helikopter AW-101 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp738 miliar.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway divonis 10 tahun penjara. Irfan diputuskan bersalah dalam kasus korupsi Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2016.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (22/2/2023) sore. Selain hukuman penjara, John Irfan Kenway juga dijatuhi hukuman denda.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan 6 bulan kurungan," kata Hakim Ketua Djuyamto dalam persidangan tersebut, Rabu (22/2/2023).

John Irfan Kenway turut menghadapi kewajiban pembayaran uang pengganti akibat kejahatan yang dilakukannya. "Dibebani uang pengganti Rp 17,22 miliar dibayar selambat-lambatnya sebulan setelah berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak membayar uang pengganti harta terdakwa disita, dilelang untuk mengganti. Apabila harta tidak cukup diganti dengan pidana penjara dua tahun," ujar Djuyamto.

Majelis Hakim meyakini John Irfan Kenway bersalah melakukan korupsi. Dengan demikian, Irfan dinilai pantas menerima hukuman. "Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan pertama," ujar Djuyamto.

Vonis terhadap John Irfan Kenway lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yaitu pidana penjara selama 15 tahun. Vonis uang pengganti juga jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yaitu Rp 177 miliar. Sedangkan nominal dendanya sama.

Atas putusan ini, John Irfan Kenway dan tim kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir juga. Irfan divonis melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rizky Suryarandika

Kasus ini bermula dari TNI AU yang mendapat tambahan anggaran Rp1,5 triliun dimana salah satu peruntukkannya bagi pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden senilai Rp742 miliar pada 2015. Irfan sempat beberapa kali memaparkan produk AgustaWestland (AW) di hadapan petinggi TNI AU.

Baca Juga


Sehingga Irfan diminta Alm Mohammad Syafei selaku Asrena KSAU TNI membuat proposal harga dari helikopter angkut AW-101. Namun Irfan menyarankan pihak TNI AU membuat surat ke perusahaan AW. Belakangan, Head Of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products, Lorenzo Pariani dan Irfan memberikan proposal itu kepada Syafei.

Syafei menanyakan AW untuk bisa menghadirkan helikopter VIP/VVIP AW 101 untuk diterbangkan pada 9 April 2016 saat HUT TNI AU. Atas permintaan tersebut, Irfan menghubungi Lorenzo agar bisa menyanggupinya.

Pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan satu unit heli AW-101 setelah mengetahui TNI AU membutuhkannya untuk ditampilkan pada HUT TNI AU ke-70. Padahal jenis heli yang dipesan merupakan sesuai konfigurasi VVIP pesanan Angkatan Udara India. Bahkan Irfan sudah membayar uang tanda jadi senilai Rp 13 miliar kepada AW.

Bukannya untung, Irfan nyaris saja buntung. Sebab Presiden mengarahkan agar kebutuhan heli AW-101 dihitung ulang. Akibatnya, anggaran terkait pengadaan helikopter VIP/VVIP RI-1 diblokir. Atas dasar itu dana pembelian helikopter Rp742 miliar tak bisa dicairkan.

Namun mantan KSAU Agus Supriatna melalui Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI (2015-Februari 2017), Supriyanto Basuki yang menggantikan Syafei mengirim surat kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Isinya perubahan kegiatan pengadaan dari helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat. Hal ini disebut upaya agar Irfan tetap menjadi penyedia barang helikopter buatan AW.

Selanjutnya, spesifikasi teknis helikopter AW-101 yang memang ditujukan untuk VVIP justru diubah spesifikasinya menjadi helikopter angkut yang akan diadakan oleh TNI AU. Padahal spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dari spesifikasi teknis helikopter AW-101 seri 600 dengan konfigurasi VVIP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler