Pukat UGM: Pengembalian Uang tak Bisa Hapus Kasus Pidana Korupsi BTS 4G Kemenkominfo
Perlu didalami apakah peran Gregorius bentuk dari perdagangan pengaruh.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai, pengembalian uang kerugian negara kasus dugaan korupsi tidak bisa menghapus tindak pidana perkara. Ini disampaikan Zaenur menanggapi pengembalian uang lebih dari Rp 10 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU) penyediaan infrastruktur BTS 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bakti Kemenkominfo).
"Pengembalian kerugian negara itu tidak menghapus pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi. Prinsip dasarnya seperti itu," kata Zaenur melalui pesan singkatnya, Selasa (14/3/2023).
Hal ini juga yang diatur dalam regulasi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi di pasal empat menyebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Karena itu, hal ini juga tidak berpengaruh terhadap status tersangka perkara tersebut.
"Meskipun seseorang telah mengembalikan uang yang diduga adalah hasil dari korupsi maka tidak menghilangkan proses pidananya tetap harus dilanjutkan, tetap harus dijalankan," kata Zaenur.
Terkait pengembalian uang Rp 345 juta dari Gregorius Alex Plate (GAP), adik kandung Menteri Kominfo Johnny Gerard Plate soal penggunaan dana untuk fasilitas yang bersumber dari anggaran proyek BTS 4G BAKTI Kemenkominfo, Zaenur mengatakan hal ini perlu didalami oleh penyidik Kejaksaan Agung. Khususnya, terkait pemberian kepada yang bersangkutan yang bukan merupakan penyelenggara negara.
"Ini nanti akan menelaah pengembalian tersebut oleh siapa, yang paling penting adalah ketika ada pemberian kepada yang bersangkutan. Pemberiannya itu dalam rangka apa, apakah merupakan bentuk suap ataukah bentuk gratifikasi atau bentuk yang lain," ujar Zaenur.
Sebab, pengembalian ini dilakukan bukan oleh penyelenggara negara. Sedangkan suap atau gratifikasi itu penerimanya adalah seorang penyelenggara negara.
Sedangkan Gregorius yang masih berstatus saksi saat ini bukan penyelenggara negara. Menurut Zaenur, perlu didalami apakah peran Gregorius bentuk dari perdagangan pengaruh.
"Ini harus didalami oleh kejaksaan apakah ini merupakan bentuk trading in influence ya, perdagangan pengaruh, karena sebagai seorang anggota keluarga dari seorang pejabat publik bisa mempengaruhi ya atau setidak-tidaknya dianggap bisa mempengaruhi keputusan-keputusan terkait dengan proyek," ujarnya.
Karenanya, jika memang bentuk perdagangan pengaruh maka kejaksaan perlu mendalami peran Gregorius dalam kaitannya dengan penyelenggara negaranya. "Ini tidak mudah gitu kalau swasta dapat uang dari swasta terkait proyek dari pemerintah, aturan hukum yang berlaku apa, apa peran dari yang bersangkutan bisa sampai dapat uang, jaksa perlu mendalami apakah trading in influence atau permufakatan jahat," ujarnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menerima pengembalian uang senilai lebih dari Rp 10 miliar. Uang ini diduga berasal dari tindak pidana korupsi, dan pencucian uang (TPPU) penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan, uang pengembalian tersebut, belum termasuk sejumlah aset yang disita dari para tersangka, dan saksi-saksi terperiksa dalam pengungkapan. Selain itu, jumlah uang yang dikembalikan tersebut, belum termasuk dana fasilitas proyek BTS 4G Bakti Kemenkominfo yang digunakan pihak-pihak tertentu.
“Untuk yang telah dikembalikan terkait penyidikan korupsi BTS 4G Bakti, itu setotal sementara ini (Rp) 10,149 miliar,” kata Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Senin (13/3/2023).
“Pengembalian uang dugaan hasil tindak pidana korupsi tersebut, belum termasuk sitaan aset-aset seperti kendaraan mobil, dan bermotor, serta rumah,” ujar Kuntadi menambahkan.
Namun dia tak menerangkan nilai 10 miliar pengembalian uang hasil korupsi BTS 4G tersebut berasal dari pihak mana saja. Akan tetapi sepanjang pekan lalu, Kuntadi menyampaikan tim penyidikannya telah menerima uang senilai Rp 1,5 miliar dari Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) terkait dengan pengkajian fiktif proyek pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo.
Penyidik Jampidsus juga ada menerima uang senilai Rp 600 juta dari sejumlah saksi terperiksa di Kemenkominfo dan Bakti. Terkait penyitaan, penyidik pada awal-awal pengungkapan sudah menyita tiga unit mobil.