Anda Insomnia? Jangan Sembarang Minum Obat Tidur

Tak jarang orang insomnia meminum obat tidur agar bisa pulas.

Republika/Wihdan
Susah tidur (Ilustrasi). Gangguan tidur yang biasa terjadi adalah insomnia.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia untuk kesehatan seperti penambahan energi, penampilan, dan kesejahteraan fisik. Jika tidur terganggu maka kesehatan juga terancam.

Gangguan tidur yang biasa terjadi adalah insomnia. Insomnia berpengaruh terhadap produktivitas seseorang serta menjadi faktor risiko untuk penyakit medis dan kejiwaan lainnya.

Tips buat yang lagi susah tidur. - (Republika)

Tak jarang orang yang mengidap insomnia memilih jalan pintas dengan meminum obat tidur agar bisa tidur nyenyak. Padahal, itu dapat berefek buruk. Obat tidur hanya dapat diberikan jika dalam keadaan tertentu saja.

"Pengobatannya kalau bisa hanya tiga pekan, jangan lebih dan jangan terus menerus," ujar dokter spesialis saraf  Rimawati Tedjasukmana dalam bedah buku Insomnia memperingati World Sleep Day dengan tema "Sleep Is Essential for Health", digelar secara daring oleh Perkumpulan Ilmu Kedokteran Tidur Indonesia (Perdoktin), Sabtu (18/3/2023).

Penyebab insomnia bisa bermula dari hal kecil seperti bermain gawai sebelum tidur. Kalau itu penyebabnya, insomnia bisa diatasi tanpa obat.

Memang dengan obat akan cepat mengatasi sulit tidur, tapi itu hanya manfaat jangka pendek. Risikonya, minum obat tidur justru bisa membuat seseorang kebal.

Baca Juga



"Terapi tanpa obat itu butuh waktu lebih panjang karena harus melatih apa yang harus dilakukan, tapi keuntungannya jangka panjang. Seumur hidup. Kalau suatu saat muncul kembali tidak bisa tidur, bisa dengan cara-cara terapi perilaku," papar Rimawati.

Orang dengan insomnia dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menjalankan tata laksana yang tepat. Entah butuh penanganan jangka pendek dengan obat tetapi dengan dosis rendah dan ada batasan waktu, atau butuh penanganan jangka panjang.

Diagnosis dari dokter juga dapat diukur dari tiga faktor, yakni predisposisi, presipitasi, atau perpetuasi. Predisposisi ini seperti usia, jenis kelamin, genetik, dan lainnya. Presipitasi seperti stres akut, kejadian traumatis, dan lainnya. Sedangkan perpetuasi seperti kebiasaan atau penyebab munculnya insomnia.

"Dokter akan melihat tiga kunci, apakah ada gangguan tidur yang persisten, apakah kesempatan tidur sudah cukup, dan apakah ada disfungsi pada siang hari," jelas dokter spesialis saraf  Desak Ketut Indrasari Utami dalam kesempatan yang sama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler