Mencerahkan Pelaku Usaha dengan Literasi Jamsostek
Melalui Jamsostek, pekerja mendapatkan perlingungan maksimal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kerja apa pun pasti memiliki risiko. Bentuknya beragam, mulai dari yang paling ringan, berupa luka saat bekerja, yang sedang berupa cedera yang mengharuskan perawatan di rumah sakit, hingga yang berat berupa kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat, bahkan wafat.
Risiko kerja merupakan kerugian berupa luka dan cidera fisik pada waktu dan di tempat kerja, mulai dari berangkat dari rumah menuju kantor tempat kerja, kemudian di lokasi kerja, dan perjalanan dari kantor sampai ke rumah. Itu merupakan proses dan waktu yang panjang.
Tak ada yang merencanakan, apalagi menginginkan mengalami risiko kerja. Namun, ketika itu terjadi, siapa pun pekerja itu, tak dapat menghindar darinya. Dan ketika risiko itu dialami, maka si pekerja harus beristirahat, sejenak meninggalkan kerja, bahkan ada yang harus kehilangan pekerjaan.
Kalau sudah begitu, maka dia kehilangan mata pencarian. Menjadi tak berpenghasilan. Keluarga di rumah kehilangan pendapatan. Bukan tidak mungkin mereka nantinya akan jatuh ke jurang kemiskinan.
Untuk menghindari itu semua, negara membuat kebijakan setiap pekerja harus dilindungi jaminan sosial ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Perlindungan ketenagakerjaan berupa jaminan hari tua (JHT), Jaminan pensiun (JP), Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), Jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKm). Manfaat semua program tersebut adalah membentengi pekerja dan keluarganya dari kehilangan pekerjaan dan kehilangan penghasilan. Mereka nantinya akan mendapatkan informasi dan edukasi mengenai pekerjaan.
Literasi jaminan sosial ketenagakerjaan semacam itu disampaikan kepada pelaku usaha di Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Sudirman Suhuri menemui sejumlah pelaku usaha yang termasuk bukan penerima upah di pasar tersebut. Program tersebut dinamakan dengan ‘Gerebek Pasar’.
“Kami ingin menginspirasi para pekerja dengan literasi perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang merupakan amanat negara,” kata Suhuri dalam keterangannya pada Kamis (27/4/2023).
Kegiatan grebek pasar tersebut dari BPJS Ketenagakerjaan memilki perlindungan kepada peserta dua program utama yaitu JKK dan JKM dengan iuran yang terbilang sebesar Rp 16.800 per orang perbulan.
Dengan perlindungan dua program ini, apabila terjadi risiko pekerjaan di kemudian hari, peserta program akan memperoleh tanggungan biaya pengobatan hingga sembuh apabila mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja.
Selanjutnya, apabila terjadi musibah kematian berhak memperoleh santunan sebesar Rp 42 juta untuk JKM dan santunan sebesar 48 kali upah yang dilaporkan untuk JKK atau kematian akibat kecelakaan kerja. Pada kasus JKK, ahli waris juga memperoleh bantuan beasiswa untuk dua orang anak dengan nilai tanggungan maksimal Rp178 juta.
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu Suhuri juga menyampaikan kampanye 'Kerja Keras, Bebas Cemas' yang menjadi strategi komunikasi baru BP Jamsostekguna menyadarkan seluruh pekerja di Indonesia atas hak-hak mereka memperoleh perlindungan atas risiko-risiko pekerjaannya dan diharapkan dengan adanya kegiatan ini masyarakat khususnya tenaga kerja informal teredukasi tentang manfaat Program BPJS Ketenagakerjaan dan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.