OJK: Intervensi Politik Ganggu Profesionalisme BPD
BPD dinilai belum bisa memenuhi ekspektasi masyarakat yang cukup tinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan transformasi bank pembangunan daerah (BPD) perlu dilakukan. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan saat dulu menjadi Kepala PPATK dan memeriksa 18 BPD, keseluruhannya memiliki persoalan yang hampir sama yaitu intervensi politik dan mengganggu profesionalisme bank tersebut.
“Ini harus diatasi karena secara fundamental memiliki kelemahan struktural yang harus diatasi,” kata Dian dalam acara Infobank Top BUMD 2023, Kamis (11/5/2023).
Selain itu, Dian menuturkan produk dari BPD juga belum terlalu bervariasi ditambah dengan isu governance yang menyelimuti. Begitu juga dengan penggunaan teknologi informasi hingga perbaikan pada SDM.
“Jadi bagaimana mengatasi BPD seperti itu? Harus diperlukan langkah-langkah agak sedikit mengakselerasi atau revolusioner ke depan. Saya sebagai kepala eksekutif perbankan OJK tidak ingin BPD seperti apa adanya sekarang,” jelas Dian.
Dian bahkan mengibaratkan nasih kinerja BPD terkadang tergantung kepada kepala daerah terpilih. Sementara hal tersebut menurutnya tidak boleh terjadi karena mengganggu kinerja BPD.
“Kadang-kadang nasib BPD tergantung gubernur yang dipilih. Kalau cerah kemudian BPD cerah. Kalau kurang cerah BPD kurang cerah. Persoalan ini tidak boleh terjadi dengan UU P2SK sekarang diperkuat dengan mandat pengembangan dan penguatan sektor keuangan salah satunya perbankan,” ungkap Dian.
Dian menuturkan sejak dirinya menjabat di Bank Indonesia, visi misi yang muncul ingin menjadikan BPD sebagai regional champion. Sayangnya, BPD belum bisa memenuhi ekspektasi masyarakat yang cukup tinggi.
“Upaya untuk penyesuaian kebijakan BPD harus dilakukan. Meskipun banya semakin baik tapi kita perlu ada akselerasi,” ucap Dian.
Dian juga mengungkapkan, permasalahan lain yang muncul dalam BPD yaitu lemahnya awareness dalam penerapan manajemen risiko pada aktivitas kredit dan operasional. Begitu juga dengan proses perkreditan di luar core competence, hanya fokus pada kredit konsumtif ASN dan memiliki kemampuan yang rendah dalam mengembangkan usaha sektor produktif.