Sanksi AP Hasanuddin dan Thomas Djamaluddin Berbeda, Pengamat: BRIN tak Fair
Menurut Trubus, Thomas sebagai pemantik APH ingin bunuh warga Muhammadiyah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berpendapat, sanksi yang dijatuhkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kepada Andi Pangerang Hasanuddin (APH) dan Thomas Djamaluddin (TD) tentang kasus komentar 'membunuh semua warga Muhammadiyah' sangat tidak adil.
BRIN telah menjatuhkan hukuman pemecatan bagi peneliti APH imbas komentarnya yang ingin membunuh semua warga Muhammadiyah. APH juga sudah mendekam di penjara Bareskrim Polri. Sementara Thomas Djamaluddin yang disebut sebagai pemicu atas kasus tersebut hanya terkena sanksi moral berupa permohonan maaf secara terbuka dan tertulis.
"Menurut saya sih tidak fair karena harusnya yang melontarkan pertama kali ke publik, membuka wacana itu kan dia (Thomas Djamaluddin) pemantiknya, bukan Si Hasanuddin, Hasanuddin kan mengomentari," kata Trubus saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Trubus menilai, seharusnya Kepala BRIN Laksana Tri Handoko membuat keputusan adil, dengan juga memberikan sanksi setimpal kepada Thomas Djamaluddin. Pasalnya, munculnya komentar dari APH tidak terlepas dari narasi sensitif tentang SARA yang dilontarkan oleh Thomas Djamaluddin kepada publik.
"Thomas harusnya mendapat hukuman yang sama, karena dia turut malah sebagai pelaku utama karena yang pertama kali melempar, bahwa kemudian di situ ada komentar yang jauh lebih keras dari Thomas, istilahnya pengembangan kan?" ungkap Trubus.
Namun, analisis Trubus, perbedaan sanksi yang dikenakan BRIN kepada APH dan TD lantaran faktor hukum yang berbeda di mata Polri. Hingga kini, TD baru berstatus saksi di Bareskrim Polri. "Karena kalau kepolisian sendiri menetapkan tersangka baru pada tataran AP Hasanuddin, belum sampai Thomas Djamaluddin. Jadi harusnya dua-duanya dikenai," kata Trubus.
Sebelumnya, peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin (APH), dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Pemecatan itu imbas komentarnya yang ingin membunuh semua warga Muhammadiyah.
Keputusan tersebut diambil setelah Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menindaklanjuti hasil sidang Majelis Hukuman Disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN). "Menyetujui bahwa APH dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai PNS," ujar Handoko lewat keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.