PM Thailand: Pertemuan dengan Junta Myanmar Bertujuan Lindungi Perbatasan
Kritikus menilai pertemuan itu merusak pendekatan ASEAN untuk menyelesaikan krisis.
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Thailand pada Senin (19/6/2023) membenarkan bahwa mereka menjadi tuan rumah pembicaraan dengan junta Myanmar. Thailand mengatakan, dialog itu bertujuan untuk melindungi perbatasannya dengan Myanmar.
Para jenderal Myanmar dilarang menghadiri pertemuan tingkat tinggi 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Tenggara (ASEAN), sejak mereka merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2021. Tetapi pemerintah Thailand yang didukung militer mengundang menteri luar negeri ASEAN, termasuk yang ditunjuk oleh junta Myanmar, untuk membahas proposal yang sepenuhnya melibatkan kembali Myanmar dalam pertemuan tingkat tinggi.
Kritikus menilai pertemuan itu merusak pendekatan ASEAN untuk menyelesaikan krisis di Myanmar. Tetapi Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha mengatakan, pembicaraan dengan junta Myanmar diperlukan untuk melindungi negaranya, yang memiliki perbatasan panjang dengan Myanmar.
"Kami menderita lebih dari yang lain karena Thailand memiliki lebih dari 3.000 kilometer perbatasan darat serta perbatasan laut. Itulah mengapa pembicaraan diperlukan. Ini bukan tentang memihak," ujar Prayuth.
Menteri Luar Negeri Thailand, Don Pramudwinai mengatakan, krisis Myanmar telah mengirim pengungsi melintasi perbatasan ke Thailand dan telah memukul keras perdagangan. "Kami dapat mengatakan bahwa Thailand adalah satu-satunya negara di ASEAN yang ingin masalah ini segera berakhir," katanya kepada penyiar Thai PBS.
Pramudwinai mengatakan, negara-negara ASEAN lainnya seharusnya berterima kasih kepada Thailand karena telah melakukan sesuatu untuk membantu mendukung tujuan utama mereka. Menteri Luar Negeri yang ditunjuk junta Myanmar, Than Swe, dijadwalkan bergabung dalam pembicaraan itu. Tetapi beberapa negara anggota ASEAN menolak hadir karena tidak setuju dengan pertemuan itu. Sementara beberapa negara anggota lainnya mengirim pejabat junior.
Indonesia, yang saat ini menjadi sebagai ketua ASEAN telah berbulan-bulan mencoba melibatkan pemangku kepentingan utama dalam konflik Myanmar dan berupaya untuk memulai proses perdamaian. Indonesia tidak bergabung dalam pembicaraan antara Thailand dengan junta Myanmar. Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi mengatakan, ASEAN tidak mencapai konsensus untuk melibatkan kembali atau mengembangkan pendekatan baru terhadap masalah Myanmar.
Militer mengambil alih Myanmar pada 1962 dan menekan semua oposisi selama beberapa dekade sampai meluncurkan pembukaan tentatif pada 2011. Myanmar mencoba beralih menjadi negara demokrasi dengan menggelar pemilu yang dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi. Namun pemilu berakhir ketika militer menggulingkan pemerintahan Suu Kyi, dan menerapkan kembali aturan militer yang ketat serta menindak aksi protes.
ASEAN menyusun rencana lima poin, termasuk diakhirinya kekerasan, dialog dan bantuan kemanusiaan. Tetapi para jenderal Myanmar telah mengabaikan upaya ASEAN tersebut.
Menteri luar negeri Malaysia juga menolak untuk menghadiri pembicaraan di Thailand. Malaysia menambahkan, penting bagi ASEAN untuk menunjukkan persatuan dalam mendukung upaya Indonesia.
Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan mengatakan, terlalu dini untuk terlibat kembali dengan junta Myanmar pada pertemuan tingkat tinggi. Namun tidak diketahui apakah seorang pejabat dari Singapura menghadiri pembicaraan di Thailand.
Sementara kehadiran Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, yang tahun lalu menjabat sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, diwakili oleh wakilnya. Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, menyebut pembicaraan itu sebagai pengkhianatan rakyat Myanmar dan penghinaan terhadap persatuan ASEAN.