Saat Ulama Bandingkan Pembubaran FPI-HTI dengan Al Zaytun
Sejumlah ulama membandingkan pembubaran FPI-HTI dengan Al Zaytun.
REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Sejumlah ulama dan tokoh di Tasikmalaya telah menyatakan sikap atas kontroversi pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun, Panji Gumilang. Para ulama itu menilai ajaran yang disebarkan Panji Gumilang sesat. Karenanya, pemerintah dinilai harus segera bertindak.
Salah seorang ulama yang ikut menyatakan sikap, KH Miftah Fauzi, mengatakan masalah Al Zaytun merupakan persoalan lama. Hanya saja, baru dalam beberapa waktu ke belakang masalah itu menggelinding bagai bola salju akibat pernyataan Panji Gumilang diunggah di media sosial.
"Kalau saja itu hanya di internal dan tidak terpublikasi, mungkin umat Islam tak resah seperti ini," kata dia di Ponpes Al Muzanni Kota Tasikmalaya, Rabu (21/6/2023).
Keresahan itulah yang membuat sejumlah ulama dan tokoh di Tasikmalaya berkumpul di tempatnya itu. Para ulama dan tokoh di Tasikmalaya sepakat untuk mengutuk keras ajaran Panji Gumilang.
Menurut kiai Miftah, ajaran Panji Gumilang harus ditegur. Di sisi lain, pemangku kebijakan harus juga harus menyikapi masalah tersebut agar masyarakat tidak menganggap adanya pembiaran. Dengan begitu, masyarakat tidak menganggap seolah-olah tidak ada ketimpangan hukum dalam masalah Al Zaytun.
"Kalau FPI dan HTI dengan mudah dibubarkan, karena mungkin dianggap melanggar hukum, kenapa dalam persoalan Al Zaytun agak sulit dan bertele-tele," kata dia.
Kendati demikian, kiai Miftah mengatakan, para ulama akan memantau masalah itu tanpa mengedepankan emosi, melainkan secara keilmuan. Para ulama dan tokoh di Tasikmalaya juga akan melaporkan masalah itu kepada aparat polisi karena dinilai memenuhi delik pidana.
Namun, Apabila nantinya masalah itu dianggap tidak memenuhi delik pidana, para ulama disebut tak akan emosi berlebihan. "Buat kami, 1.000 Al Zaytun tidak akan merusak keyakinan kami," ujar dia.
Kiai Miftah menambahkan, setelah menyatakan sikap atas kasus Al Zaytun, pihaknya akan berkonsolidasi dengan para ulama dari daerah lain di Jawa Barat (Jabar). Selain itu, para ulama tetap akan minta juga minta dipandu oleh MUI terkait masalah tersebut.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk menyerahkan masalah itu kepada ahlinya, baik para ulama maupun pendidik atau intelektual. Pasalnya, para ulama pun tak mau masalah itu merusak citra pendidikan pesantren.
Ia memastikan, para ulama juga akan tetap rasional dalam menghadapi masalah tersebut. "Kepala harus tetap dingin menangani masalah ini. Saya punya kepercayaan kepada pemerintah dan aparat untuk dapat menegakkan hukum," ujar dia.
Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali juga mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma'had Al Zaytun. Menurutnya dengan berbagai penyimpangan ajaran di Ma'had Al Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW 9, pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran. Tetapi menurutnya pemerintah juga harus secepatnya mengambil tindakan membubarkan.
"Jadi apa lagi yang mau ditunggu pemerintah. Mengapa ada negara di dalam negara ini dibiarkan. HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan, loh kok ini Al Zaytun dia jelas punya struktur pemerintahannya sendiri, dibiarkan," kata kiai Athian kepada Republika.co.id pada Sabtu (17/06/2023).
Kiai Athian melihat adanya saling lempar dan menunggu di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan aparat dalam menyelesaikan persoalan Al Zaytun.
Sementara, Gubernur Jabar Ridwan Kamil, menegaskan Pemprov Jabar tak mempunyai kewenangan untuk membubarkan Ponpes Al Zaytun apabila memang telah terbukti ada kesalahan dalam aktivitasnya. Karena, menurut Emil, pihak yang berwenang membubarkan adalah Kementerian Agama (Kemenag).
"Pembubaran hanya dilakukan oleh Kementerian Agama yang memberikan izin, izinnya ada di Kementerian Agama karena sifatnya pesantren Diniyah, Aliyah dan seterusnya," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil Gedung Sate, Kota Bandung, pada Rabu (21/6/2023).
Bahkan, menurut Emil, ada aliran dana miliaran rupiah yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Agama untuk aktivitas pembelajaran di Ponpes Al-Zaytun. Namun, Emil tak menyebut angkanya secara rinci.
"Di mana dana dari Kementerian Agama kurang lebih setiap tahun ada sekian miliar juga ke Al-Zaytun," katanya.
Menurut Emil, dirinya sudah membentuk tim investigasi yang ditugaskan secara khusus untuk mengumpulkan data terkait aktivitas di pesantren. Sebab, diperlukan kajian mendalam untuk menganalisis aktivitas di Ponpes Al-Zaytun.
"Saya harus adil mendengarkan dan membentuk tim investigasi," katanya.
Perlu diketahui, tim investigasi yang dibentuk oleh Ridwan terdiri dari berbagai lembaga Islam dan juga ormas Islam. Selain itu, dalam tim investigasi itu, adapula aparat kepolisian, TNI hingga kejaksaan.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengatakan bahwa Kemenag selaku pembina instansi pesantren akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu terkait hal itu. "Kita akan tabayyun, kita tidak boleh menghakimi sesuatu sebelum tabayun," ujar Zainut dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Wamenag mengimbau semua pihak untuk mengedepankan semangat persaudaraan, musyawarah dan saling menasihati dengan dasar kebenaran dan kesabaran untuk mencari solusi yang paling maslahat.
"Saya mengharapkan semua pihak bisa duduk bersama, mencari solusi terbaik, mendahulukan tabayun dan husnudzan, tidak saling mengeluarkan pernyataan yang saling menyerang di ruang publik yang dapat membuat suasana semakin gaduh," ucap dia.
Kementerian Agama, lanjut Wamenag, tidak memiliki hak untuk menghakimi sebuah pesantren itu mengajarkan ajaran sesat atau menyimpang. Sebab, hal itu menyangkut ranah hukum agama (syar'i) yang menjadi kewenangan dari ormas Islam seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya.
Menurut Wamenag, ormas Islam beserta dengan pihak Pesantren Al Zaitun dapat segera duduk bersama untuk melakukan dialog dan tabayun terkait tuduhan adanya pemahaman ajaran agama yang tidak benar.
"Saya juga minta pesantren Al Zaitun untuk lebih terbuka dan kooperatif dalam melakukan komunikasi dan dialog dengan para ormas Islam agar semuanya menjadi terang dan tidak ada fitnah atau dugaan yang menyimpang," jelas Wamenag.
"Kementerian agama bersedia memfasilitasi pertemuan antara Ponpes Al Zaitun dengan Pimpinan ormas-ormas Islam," kata Zainut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengkaji opsi dorongan pembubaran atau pencabutan izin Mahad Al-Zaytun kepada pemerintah. Namun, jika dianggap cukup menegakkan hukum terhadap personal pimpinannya saja yakni Panji Gumilang, maka pembubaran tak perlu dilakukan dan hanya perlu melakukan pembinaan oleh pemerintah.
“Itu (dorongan pembubaran atau pencabutan izin Al-Zaytun) nanti dianalisis, semuanya akan dikaji,” ujar Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM MUI, Ikhsan Abdullah, usai rapat membahas perkembangan isu aktual terkait dengan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).
Pria yang juga merupakan staf khusus wakil presiden itu menjelaskan, jika penegakkan hukum terhadap personal Panji saja sudah cukup, maka yayasan dan pendidikan di dalamnya akan dibina. Di mana, yayasan akan dilakukan penggantian pengurus dengan penyaringan ketat dan pendidikannya akan dibina oleh Kementerian Agama dan MUI.
“Yayasan dan pendidikannya dilakukan mungkin penggantian pengurus, screening lagi. Karena menyangkut banyak orang yang bekerja dan sebagainya tetap berlanjut. Pendidikannya kemudian nanti dibina dengan Kemenag dan MUI,” ujar dia.