Palestina Desak AS Batalkan Pembangunan Kedubes di Yerusalem
Pembangunan kedutaan besar AS itu dinilai sebagai pelanggaran hukum internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pemerintah Palestina mendesak Amerika Serikat (AS) mencabut rencana untuk membangun kedutaan besarnya di Yerusalem. Penyebabnya adalah kedutaan itu akan dibangun di atas properti pribadi warga Palestina.
Pernyataan Palestina itu sebagai tanggapan atas rencana persetujuan Israel, yang diajukan oleh AS untuk membangun kedutaan di atas tanah yang disita dari pemilik Palestina oleh Israel pada 1948. Pembangunan kedutaan besar AS itu dinilai sebagai pelanggaran hukum internasional karena akan dibangun di atas properti pribadi yang disita dari pemilik Palestina, yang beberapa di antaranya adalah pemegang kewarganegaraan AS.
Kepresidenan Palestina mengatakan, jika AS tidak membatalkan rencananya maka mereka memberikan legitimasi pada undang-undang Israel yang rasis, seperti undang-undang properti yang dirancang untuk melegitimasi pencurian properti Palestina.
"Langkah tersebut merupakan pukulan terhadap harapan yang tersisa untuk solusi dua negara," ujar pernyataan Kepresiden Palestina, dilaporkan Middle East Monitor, Kamis (6/7/2023).
Mantan presiden Donald Trump mengumumkan pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Kemudian AS memindahkan kedutaannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem pada Mei tahun berikutnya.
Yerusalem tetap menjadi jantung konflik Timur Tengah selama puluhan tahun. Warga Palestina bersikeras bahwa Yerusalem Timur, yang diduduki secara ilegal oleh Israel sejak 1967, harus berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.