Hun Manet, Sosok Penerus Dinasti Politik Kamboja

Hun Manet akan menggantikan sang ayah Hun Sen sebagai PM Kamboja.

AP
Hun Manet (ilustrasi). PM Kamboja, Hun Sen menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hun Manet.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang berkuasa mengumumkan kemenangan telak dalam pemilihan pada Ahad (23/7/2023). Kemenangan ini membuka jalan bagi transisi kepemimpinan bersejarah dan akhir pemerintahan salah satu perdana menteri terlama di dunia.

Ini adalah pemilihan umum ketujuh sejak Kamboja menggelar pemungutan suara pertama kalinya pada 1993 yang disponsori PBB. CPP memimpin penghitungan suara pada Ahad malam dengan meraih 84 persen suara. Menurut panitia pemilihan, 8,1 juta orang memberikan suara. Dalam pemilihan umum ini, CPP bersaing dengan 17 partai yang sebagian besar tidak diketahui asal usulnya.

Hun Sen mengambil tindakan keras terhadap orang-orang yang mengkritik pemerintahnya. Dia juga membungkam kebebasan berbicara. Hun Sen telah memerintah Kamboja selama 38 tahun. Pada Rabu (26/7/2023) Hun Sen mengumumkan pengunduran dirinya sebagai perdana menteri. Dia menyerahkan kekuasaan kepada putra sulungnya, Hun Manet.

Hun Manet (45 tahun) akan meneruskan dinasti politik ayahnya di Kamboja. Dia melakukan debutnya dalam pemilihan pada Ahad lalu. Pemilu memberikan kesempatan kepada Hun Manet untuk mendapatkan legitimasi publik.

Dilansir Channel News Asia, Hun Manet adalah lulusan akademi militer West Point di Amerika Serikat. Hun Manet dengan cepat naik pangkat di angkatan bersenjata Kamboja dan menjabat sebagai kepala kontraterorisme, wakil kepala unit pengawal perdana menteri, kepala tentara dan wakil komandan militer.

Hun Manet juga berpendidikan tinggi. Dia gelar master dari Universitas New York dan gelar doktor dari Universitas Bristol Inggris di bidang ekonomi. Hal ini sangat kontras dengan ayahnya, yang tidak memiliki pendidikan formal. Hun Manet tidak menonjolkan diri di publik dan jarang memberikan pernyataan. 

"Maaf. Saya hanya datang untuk memilih, tidak membuat pernyataan apapun. Maaf, tidak ada komentar. Terima kasih," ujar Hun Manet setelah mengikuti pemungutan suara pada Ahad lalu.

Transisi pemerintahan Kamboja akan diawasi dengan ketat oleh dunia internasional. Terutama untuk melihat apakah latar belakang pendidikan Hun Manet yang ditempuh di AS dan Inggris akan mengarah pada pergeseran status quo dan memperbaiki hubungan Kamboja dengan Barat.

"Kamboja yang dipimpin oleh Hun Manet mungkin akan menjadi sekutu AS yang lebih kuat, tetapi hubungan AS-Kamboja hanya dapat berkembang jika dibangun di atas dasar yang kuat untuk saling menguntungkan dan saling menghormati," kata John Bradford, seorang rekan senior di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura.

Hal yang paling dikhawatirkan Washington adalah keterlibatan Cina dalam konstruksi di Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja, yang dapat memberikan pos terdepan militer Cina yang penting secara strategis di Teluk Thailand. Proyek Ream dimulai pada tahun lalu. Citra satelit yang diambil oleh Planet Labs PBC sekitar satu bulan lalu dan dianalisis oleh Associated Press menunjukkan, dermaga Pangkalan Angkatan Laut Ream Kamboja menjadi lebih besar, dan cukup untuk menampung kapal perusak angkatan laut.

Secara regional, Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang diketuai Kamboja tahun lalu, mengkritik Phnom Penh karena merusak kesatuannya dalam perselisihan dengan Cina atas klaim teritorial Laut Cina Selatan. Bradford mengatakan, penunjukkan Hun Manet sebagai perdana menteri tidak akan membawa perubahan di Kamboja. Dia mencatat bahwa latar belakang pendidikan dan pribadi Hun Manet tidak secara langsung dapat diterjemahkan ke dalam gaya kepemimpinan atau pendirian politik.

"Kami memiliki seorang diktator di Korea Utara yang bersekolah di Swiss. Pilihannya tidak sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Swiss," ujar Bradford.

Presiden lembaga think-tank Forum Masa Depan Phnom Penh, Ou Virak mengatakan, perubahan generasi untuk kepemimpinan Kamboja dimulai dengan "periode bulan madu" untuk diplomasi internasional. Cina masih akan menjadi pendukung utama Kamboja.

"Cina masih menjadi pendukung utama Kamboja, mitra negara adidaya utama Kamboja. Jadi saya pikir setiap pergeseran ke Barat akan dibatasi, karena Anda tidak dapat mengasingkan pendukung utama Anda," ujar Virak. n. Rizky Jaramaya

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler