Hakim Cecar Makna 'Keep Silent' dalam Proses Tender di Kasus BTS
Hakim mencecar makna istilah 'keep silent' dalam proses tender dalam kasus BTS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim mendalami Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI, Muhammad Feriandi Mirza soal maksud kalimat "keep silent" saat proses tender proyek BTS 4G. Majelis hakim menduga ada yang disembunyikan Mirza yang masih berstatus saksi dalam perkara ini.
Hakim ketua Fahzal Hendri mempertanyakan Mirza yang mengajak Tenaga Ahli Project Manager Unit Bakti, Maryulis untuk berbincang secara rahasia terkait tender proyek BTS 4G.
Mirza berdalih pertemuan dengan perusahaan Huawei dan ZTE sudah dimulai sejak 10 dan 11 September 2020. Saat itu, Mirza belum berposisi sebagai Kepala Divisi Lastmile BAKTI.
"Kemudian saya sudah saya sampaikan, bahwa di awalnya PMU (Project Management Unit) ini sudah dilibatkan dalam proses RFI (pengajuan informasi) kemudian ternyata saat saya sudah menjabat sebagai Kepala Divisi, ada kebijakan atau arahan dari pak Anang Latif sebagai pimpinan kami saat itu untuk membentuk tim teknis pendamping pokja yang lain atau di luar dari PMU tadi," kata Mirza dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (8/8/2023).
Mirza lalu menyebut meminta bantuan Maryulis dan Tenaga Ahli Transmisi BAKTI, Roby Dony Prahmono yang juga berstatus saksi di perkara BTS 4G. Keduanya diperbantukan Mirza dalam tim teknis pendamping Pokja di luar PMU.
"Nah dari PMU ada yang saya minta bantuan, dua orang, salah satunya Maryulis dan lain adalah Roby itu confirm memang saya yang minta bantuan untuk membantu tim pendamping teknis tadi," ujar Mirza.
Mirza berharap Maryulis dan Roby dapat merahasiakan tim yang dibentuknya tersebut. Sehingga Mirza melontarkan kata kata "keep silent" kepada keduanya.
"Jadi maksud keep silent tadi adalah supaya jangan cerita-cerita ke tenaga ahli PMU lain bahwa Maryulis dan Roby saya libatkan jadi membantu tim pendamping teknis tadi," ucap Mirza.
"Jadi silent maksudnya apa? untuk apa?" tanya Fahzal.
"Supaya tidak cerita ke tenaga ahli yang lain, karena tenaga ahli PMU tadi yang sejak awal mulai sebenarnya sudah terlibat RFI itu ada 14 orang," jawab Mirza.
Majelis hakim mengendus kecurigaan atas tim yang dibentuk Mirza ditujukan guna memenangkan perusahaan tertentu dalam tender proyek BTS 4G.
"Jadi ada saudara minta (pemenang tender) Huawei sama ZTE itu saudara pesan sama Maryulis?" cecar Fahzal.
"Tidak ada yang mulia, itu sebagai tindak lanjut atas meeting sebelumnya, yang sudah dilakukan kadiv sebelum saya," jawab Mirza.
Pada akhirnya, Huawei dan ZTE memang menjadi perusahaan pemenang tender. Majelis hakim pun geram atas jawaban Mirza.
"Hey Feriandi Mirza kamu itu, pintar berkelit kamu itu ya," sindir Fahzal.
"Yang saya sampaikan semua ada dokumennya yang mulia bahwa ini sudah terjadi sebelum saya," jawab Mirza.
Mirza tercatat bersaksi untuk kedua kalinya untuk terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto.
Johnny G Plate Dkk didakwa merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kerugian ini muncul dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 yang melibatkan Johnny dan lima terdakwa lainnya.
Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan pada 27 Juni 2023.
Atas tindakan tersebut, JPU mendakwa Johnny Plate, Anang dan Yohan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.