India Protes Klaim Cina atas Wilayah Sengketa di Perbatasan

India memprotes peta baru Cina yang mengklaim wilayah India

EPA-EFE/INDIA PRESS INFORMATION BUREAU
Foto yang disediakan oleh Biro Informasi Pers India (PIB) menunjukkan Perdana Menteri India Narendra Modi melihat peta di Leh, Ladakh, India, 03 Juli 2020. Modi mengunjungi Angkatan Darat, Angkatan Udara dan personil Polisi Perbatasan Indo-Tibet. Bulan lalu 20 personil tentara India, termasuk seorang kolonel, tewas dalam bentrokan dengan pasukan Cina di Lembah Galwan di wilayah Ladakh timur.
Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India memprotes peta baru Cina yang mengklaim wilayah India, menjelang KTT G20 di New Delhi pekan depan. Hal ini memperburuk ketegangan kebuntuan militer antara kedua negara yang telah berlangsung selama tiga tahun.

“Kami menolak klaim tersebut karena tidak memiliki dasar. Langkah Cina tersebut hanya mempersulit penyelesaian masalah perbatasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Arindam Bagchi dalam sebuah pernyataan pada Selasa (29/8/2023).

Bagchi mengatakan, India secara resmi mengajukan keberatan melalui saluran diplomatik dengan Cina mengenai “peta standar” Cina tahun 2023 yang mengklaim wilayah India. Versi peta Cina yang diterbitkan di situs web Kementerian Sumber Daya Alam dengan jelas menunjukkan wilayah Arunachal Pradesh dan Dataran Tinggi Doklam termasuk dalam perbatasan Cina, bersama dengan Aksai Chin di bagian barat yang dikuasai Cina. Wilayah ini menjadi sengketa antara Cina dan India. Menteri Luar Negeri India, Jaishankar Subhramanyam juga menolak klaim Cina atas peta tersebut.

“Membuat klaim yang tidak masuk akal atas wilayah India tidak menjadikannya wilayah Cina,” kata Jaishankar.

Cina baru-baru ini menolak memasukkan visa ke dalam paspor pejabat negara bagian Arunachal Pradesh di timur laut India. Sebagai gantinya Cina hanya memberikan sertifikat. Mereka juga menolak mengakui kedaulatan India atas wilayah Kashmir dan menolak mengirim delegasi ke pertemuan G20 di Srinagar pada Mei.

Pekan lalu, Perdana Menteri India, Narendra Modi berbicara secara informal dengan Presiden Cina, Xi Jinping di sela-sela KTT BRICS di Johannesburg. Dalam pembicaraan itu, Modi menyoroti kekhawatiran New Delhi mengenai masalah perbatasan mereka yang belum terselesaikan.

Kementerian Luar Negeri India mengatakan, kedua pemimpin sepakat untuk mengintensifkan upaya meredakan ketegangan di perbatasan yang disengketakan. Termasuk memulangkan ribuan tentara mereka yang dikerahkan di wilayah sengketa.

Perbatasan yang disengketakan telah menyebabkan perselisihan selama tiga tahun antara puluhan ribu tentara India dan Cina di wilayah Ladakh.  Bentrokan tiga tahun lalu di wilayah tersebut menewaskan 20 tentara India dan empat tentara Cina.

“Kedua belah pihak harus mengingat kepentingan keseluruhan hubungan bilateral mereka dan menangani masalah perbatasan dengan baik sehingga dapat bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenangan di wilayah perbatasan,” kata Kementerian Luar Negeri Cina usai pertemuan Xi dan Modi.

Awal bulam ini komandan militer India dan Cina telah bertemu dalam upaya untuk menstabilkan situasi.  Sebuah perbatasan, yang dijuluki “Garis Kontrol Aktual,” memisahkan wilayah yang dikuasai Cina dan India dari Ladakh di barat hingga negara bagian Arunachal Pradesh di India timur, yang diklaim Cina secara keseluruhan.

India dan Cina pernah berperang memperebutkan perbatasan mereka pada 1962. Cina mengklaim sekitar 90.000 kilometer persegi wilayah di timur laut India, termasuk Arunachal Pradesh yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

India mengatakan, Cina menempati 38.000 kilometer persegi wilayahnya di Dataran Tinggi Aksai Chin, yang dianggap India sebagai bagian dari Ladakh. Lokasi ini merupakan tempat konflik saat ini terjadi.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler