Yusril: Putusan MK Cacat Hukum, Saya akan Sampaikan ke Prabowo
Jangan karena untuk kepentingan politik, kemudian mengorbankan kepentingan bangsa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan menyampaikan pendapatnya tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap bakal calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto.
Hal itu karena putusan MK tersebut disebut mengakomodasi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo. Selaku pakar hukum tata negara, Yusril merasa perlu menyampaikan pandangannya kepada Prabowo terkait putusantersebut, jika ingin menggandeng Gibran.
Menurut Yusril, putusan MK dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu problematik dan cacat hukum karena ada penyelundupan di dalamnya. Dia pasti memberi tahu Prabowo terkait konsekuensi keputusan MK.
"Ada ketua ketua partai diberikan kesempatan untuk bicara, saya akan menyampaikan apa yang saya pikirkan hari ini, karena memang walaupun saya ketua partai, tetapi saya tidak dapat melepaskan diri saya sebagai akademisi dalam berbagai disiplin ilmu khususnya akademisi di bidang hukum tata negara, saya tau putusan MK itu problematik," ujar Yusril dalam diskusi Kedai kopi bertajuk 'Menakar Pilpres Pascaputusan MK' di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Yusril mengatakan, putusan MK mengandung satu cacat hukum serius. Hal itu karena putusan tersebut mengadung penyelundupan hukum, salah satunya dua pendapat berbeda hakim (disenting opinion) disebut sebagai concurring opinion (pendapat bersamaan).
Hal itu membuat putusan MK disebut telah disetujui lima hakim setuju dan empat disenting opinion. Padahal, sambung dia, yang sebenarnya adalah tiga setuju sepenuhnya, dan enam disenting opinion.
Karena itu, menurut Yusril, putusan kontroversial MK akan memiliki implikasi berupa persoalan legitimisasi pada masa mendatang jika Koalisi Prabowo memutuskan menggandeng Gibran pada Pilpres 2024. Karena itu, pihaknya perlu mengkonsultasikan masalah itu dengan Prabowo.
"Saya tau implikasi-implikasinya dan kalau dilaksanakan bisa kontroversial dan saya akan sampaikan itu kepada rapat koalisi dan kita lihat nanti pandangan dari ketua-ketua partai yang lain, dan kita musyawarahkan. Andai pun dikatakan ya meskipun kontroversial kita jalan terus, mengajukan Pak Gibran, ya saya sebagai angota koalisi ya saya mengatakan menghormati putusan koalisi," ujar Yusril.
Namun demikian, Yusril berharap, putusan kontroversial ini meski final dan mengikat, tetapi mesti disikapi secara bijak oleh semua pihak. Hal itu agar mencegah terjadinya persoalan legitimasi di di masa mendatang.
Apalagi jabatan yang dikontestasikan pascaputusan ini adalah untuk posisi penting yakni wakil presiden. "Jabatan yang ingin dikontestasikan ini kan bukan sembarang jabatan. Ini jabatan presiden wakil presiden, kalau itu menimbulkan persoalan legitimasi, keabsahan itu dampaknya bagi keputusan-keputusan diambil," kata Yusril.
Karena itu, Yusril mengingatkan, jangan sampai karena untuk kepentingan politik kemudian mengorbankan kepentingan bangsa Indonesia. Yusril juga menilai meski putusan tidak memerlukan perubahan Undang-undang, tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu melakukan penyesuaian terhadap Peraturan KPU (PKPU).
Jika ingin menerapkan putusan MK untuk Pilpres ini maka KPU harus menyusun PKPU baru sebelum pendaftaran capres dan cawapres tutup. Namun, kondisi itu tidak menungkinkan mengingat kondisi DPR yang saat ini sedang masa reses hingga 30 Oktober 2023, sedangkan perubahan KPU harus melalui konsultasi dengan DPR.
"Kita tahu DPR sekarang ini reses dan pendaftaran Pilpres akan dimulai tanggal 19, tinggal dua hari lagi dari sekarang ini dan apakah KPU masih mungkin dapat mengubah aturan KPU," ujar Yusril.
Timbul persoalan...
Namun demikian, jika KPU memaksakan dengan membuat PKPU sendiri tanpa konsultasi dengan DPR maka juga akan berimplikasi pada legitimasi aturan. "Ya, itu memang yang saya katakan masalah kalau KPU langsung melaksanakan ini (putusan MK). Ini kan putusan MK dilaksanakan, besok diterima pendaftaran dan ada orang yg mendaftar itu belum 40 tahun, tapi kebetulan pernah atau sedang menjabat kepala daerah," kata Yusril.
"Ya itu yang akan timbul persoalan karena mestinya kan harus dilakukan pengubahan dari peraturan KPU itu sendiri. Jadi inilah yang saya katakan hal-hal yang kemudian bisa menimbulkan cacat hukum dan kontroversi," kata Yusril menambahkan.