5 Negara di Asia Tenggara Ini Berencana Lakukan Transisi Energi, Salah Satunya Indonesia
Sebagian negara di Asia Tenggara sangat ingin bertransisi ke energi bersih.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asia Tenggara merupakan rumah bagi beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Seiring dengan meningkatnya permintaan energi, kawasan ini beralih ke energi terbarukan untuk menjaga ketahanan energinya.
Permintaan energi di Asia Tenggara telah meningkat rata-rata 3 persen setiap tahun selama dua dekade terakhir - sebuah tren yang akan terus berlanjut hingga tahun 2030 di bawah pengaturan kebijakan saat ini, menurut International Energy Agency.
Namun, bahan bakar fosil masih mendominasi bauran energi di kawasan ini, sekitar 83 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan pangsa energi terbarukan sebesar 14,2 persen pada periode yang sama. Menurut penelitian ASEAN Center for Energy, minyak, gas alam, dan batu bara akan menyumbang 88 persen dari total pasokan energi primer pada tahun 2050.
"Ketergantungan yang sangat besar pada bahan bakar fosil ini meningkatkan kerentanan kawasan ini terhadap guncangan harga energi dan kendala pasokan,” kata Manager of Energy Modeling and Policy Planning di ASEAN Centre for Energy Zulfikar Yurnaidi, seperti dilansir CNBC News, Rabu (18/10/2023).
Peristiwa-peristiwa global seperti pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina telah menaikkan harga dalam beberapa tahun terakhir, dengan harga minyak mentah mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir pada bulan Maret tahun lalu. Baru pekan lalu, harga minyak melonjak hampir 6 persen karena ketegangan di Timur Tengah melonjak.
Jika negara-negara Asia Tenggara tidak membuat penemuan yang signifikan atau menambah infrastruktur produksi yang ada, Yunaidi memprediksi, kawasan ini akan menjadi importir netto gas alam pada tahun 2025 dan batu bara pada tahun 2039. Hal ini tentu akan meningkatkan harga bahan bakar fosil dan semakin membebani konsumen.
“Untuk mencegah hal ini, kawasan ini harus mendiversifikasi sumber-sumber energinya demi pertumbuhan ekonomi dan keamanan," kata Yurnaidi.
Sebagian besar negara di Asia Tenggara telah mengambil langkah transisi ke energi terbarukan yang rendah karbon. Secara keseluruhan, kebijakan dan tren di kawasan ini menunjukkan bahwa negara-negara tersebut sangat ingin bertransisi ke energi bersih.
Berikut transisi energi yang diupayakan negara-negara Asia Tenggara.
1. Malaysia
Malaysia meluncurkan Peta Jalan Transisi Energi Nasional pada Juli, yang akan meningkatkan kapasitas energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada impor gas alam. Peta jalan ini mengidentifikasi 10 proyek unggulan, termasuk rencana untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik sebesar satu gigawatt - terbesar di Asia Tenggara - yang dapat secara langsung mengkonversi sinar matahari menjadi energi.
Tenaga surya tetap menjadi segmen yang paling menggembirakan dalam lanskap energi terbarukan di Malaysia sejak tahun 2011, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan kapasitas terpasang sebesar 48 persen.
2. Vietnam
Pada bulan Mei, Vietnam mengumumkan Power Development Plan 8, sebuah komitmen untuk meningkatkan energi angin dan gas sekaligus mengurangi ketergantungannya pada batu bara. Sumber-sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari diproyeksikan akan menyumbang setidaknya 31 persen dari kebutuhan energi nasional pada tahun 2030.
Di bawah rencana tersebut, semua pembangkit listrik tenaga batu bara harus dikonversi menjadi bahan bakar alternatif atau berhenti beroperasi pada tahun 2050.
3. Singapura
Green Plan 2023 Singapura...
3. Singapura
Green Plan 2023 Singapura juga menekankan penggunaan energi terbarukan. Rencana ini menargetkan peningkatan penggunaan energi surya hingga setidaknya 2 gigawatt kapasitas pada tahun 2030, yang akan memenuhi sekitar 3 persen dari proyeksi permintaan listrik, kata Kementerian Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup negara tersebut.
Sekitar 95 persen listrik Singapura dihasilkan dari gas alam, sumber energi bahan bakar fosil. Meskipun kendala geografis Singapura membatasi pilihan energi terbarukannya, rencana ini akan menerapkan langkah-langkah seperti panel surya atap serta mengimpor listrik dan hidrogen dari negara-negara Asia Tenggara lainnya.
4. Filipina
Pada November, Filipina menghapus persyaratan kepemilikan warga negara Filipina dalam sumber energi terbarukan tertentu, yang memungkinkan investor asing untuk sepenuhnya memiliki proyek-proyek yang melibatkan sumber daya energi matahari, angin, air, atau laut. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan asing hanya dapat memiliki hingga 40 persen dari proyek-proyek energi tersebut.
Kepemilikan asing sangat penting dalam memfasilitasi proyek-proyek pembangkit listrik tenaga angin terbarukan di Filipina, yang memiliki potensi untuk memasang 21 gigawatt tenaga angin lepas pantai pada tahun 2040, menurut sebuah laporan dari Bank Dunia.
5. Indonesia
Indonesia juga telah melonggarkan beberapa batasan kepemilikan asing untuk menarik investasi energi terbarukan. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia kini mengizinkan 100 persen kepemilikan asing untuk proyek-proyek transmisi listrik, distribusi listrik, dan pembangkit listrik (dengan kapasitas lebih dari 1 megawatt), menurut Asia Business Law Journal.