Perang Gaza Membuat Netanyahu Alami Gangguan Emosional
Mantan PM Israel Ehud Olmert menyebut Netanyahu telah hancur secara emosional.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan perdana menteri Israel, Ehud Olmert, mengatakan bahwa kepribadian Netanyahu berada dalam kondisi "gangguan emosional" setelah kegagalan keamanan 7 Oktober lalu. Dan sekarang, menurut Olmert, Netanyahu merasa salah perhitungan, dengan mempersiapkan diri untuk mengambil alih kendali keamanan Gaza untuk "waktu yang tidak terbatas" setelah berakhirnya perang.
"Ia (Netanyahu) telah ciut nyali. Dia telah hancur secara emosional, itu sudah pasti," kata Olmert kepada Politico, dengan menyatakan bahwa sang perdana menteri kini telah menjadi bahaya dan bencana bagi Israel sendiri.
Ia mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk menegosiasikan sebuah penyelesaian dengan komunitas internasional yang melibatkan kembalinya pembicaraan mengenai pembentukan sebuah negara Palestina.
"Bukanlah kepentingan Israel untuk mengawasi keamanan Gaza," katanya. "Adalah kepentingan kami untuk dapat mempertahankan diri dengan cara yang berbeda dari yang kami lakukan sebelum serangan 7 Oktober. Tapi untuk mengendalikan Gaza lagi? Tidak."
Sementara itu, tentara Israel mati terbunuh di Gaza utara terus bertambah, seiring dengan semakin besarnya rakyat Palestina yang syahid karena serangan Israel. Dikabarkan bahwa seorang tentara Israel tewas dan dua lainnya terluka dalam pertempuran selasa malam di Gaza utara. Hingga sejak invasi darat sedikitnya 31 tentara Israel, dan total sudah 1600an tentara Israel mati terbunuh sejak 7 Oktober 2023.
Aksi protes mendukung gencatan senjata untuk menyelamatkan warga Gaza terus berlanjut di seluruh dunia pada hari Senin dan Selasa. Di Ramallah, Tepi Barat, warga Palestina berunjuk rasa untuk mendukung para jurnalis di Gaza. Sedikitnya 37 wartawan telah terbunuh dalam serangan Israel sejak 7 Oktober, kata Komite Perlindungan Wartawan pada hari Senin.
Protes pro-Palestina lainnya pada hari Senin diadakan di Beirut, Lebanon dan di New York City, Amerika Serikat di mana sekelompok orang berbaris melintasi Jembatan Brooklyn. Sementara itu, di Tokyo, para pengunjuk rasa di Jepang berkumpul untuk mendukung Palestina pada hari Selasa, menjelang pertemuan para menteri luar negeri G7.
Sementara itu pertemuan para menteri luar negeri G7 di Tokyo, Jepang didominasi pembahasan perang di Gaza. Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa mengatakan bahwa ketika situasi menjadi lebih parah, lebih rumit, komunikasi yang erat di sekitar G7 sangat diperlukan. "Dan kami berharap untuk melihat pernyataan bersama dari kelompok ini dan beberapa kesamaan dalam isu Timur Tengah," kata Kamikawa.
Kamikawa mengatakan bahwa bagi Jepang, prioritasnya adalah memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza. "Kami telah mendapatkan semangat yang sama dari Perancis dan Kanada," ujarnya.
Jadi, bagi Jepang, apa yang ingin mereka lihat adalah G7 bersatu di sekitar seruan untuk jeda kemanusiaan, lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Kamikawa ingin berbicara tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya setelah tahap konflik di Gaza. Ia ingin merevitalisasi perundingan perdamaian di Timur Tengah.