Raja Yordania Tolak Sebut Agresi Israel di Gaza Sebagai Bela Diri

Yordania menolak menyebut agresi Israel sebagai perang membela diri

AP/UN Web TV
Raja Abdullah II dari Yordania menolak untuk menyebut agresi Israel terhadap warga Palestina di Gaza sebagai perang membela diri.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Raja Yordania, Abdullah II mengatakan, ketidakadilan bagi rakyat Palestina tidak dimulai sebulan yang lalu, namun tujuh dekade sebelumnya. Israel telah menindas rakyat Palestina 75 tahun lalu dengan membangun tembok pembatas dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci.

"Ini adalah kelanjutan dari tujuh dekade yang didominasi oleh mentalitas benteng, tembok pemisah dan pelanggaran terhadap tempat-tempat suci dan hak-hak, yang sebagian besar korbannya adalah warga sipil yang tidak bersalah,” kata Abdullah II  dalam pidatonya pada pertemuan darurat Arab-Islam di ibu kota Arab Saudi, Sabtu (11/11/2023).

“Mentalitas inilah yang berupaya mengubah Gaza menjadi tempat yang tidak layak huni.  Sasarannya adalah masjid, gereja, dan rumah sakit, membunuh dokter, paramedis, dan pekerja bantuan, bahkan anak-anak, orang tua, dan wanita,” ujar Abdullah II, dilansir Middle East Monitor.

Yordania menolak untuk menyebut agresi Israel terhadap warga Palestina di Gaza sebagai perang membela diri.  Hal ini merupakan sikap yang ditekankan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Al-Safadi saat bertemu dengan menteri luar negeri AS pekan lalu.

KTT darurat gabungan Arab-Islam dimulai pada Sabtu di Riyadh untuk membahas perkembangan krisis yang terjadi di Jalur Gaza dan wilayah Palestina. Para pemimpin dan perwakilan Liga Arab serta Organisasi Kerja Sama Islam berpartisipasi dalam pertemuan puncak yang bertepatan dengan pengeboman Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza selama 36 hari berturut-turut.

“Kami berkumpul hari ini untuk Gaza dan rakyatnya, karena mereka terus menghadapi kematian dan kehancuran dalam perang buruk yang harus segera dihentikan, atau kawasan kita akan terjerumus ke dalam konflik besar yang akibatnya harus dibayar oleh orang-orang yang tidak bersalah dari kedua belah pihak, dan dampaknya akan mempengaruhi seluruh dunia," ujar Abdullah II.

Abdullah II mengatakan, ketidakadilan yang menimpa rakyat Palestina mencerminkan kegagalan masyarakat internasional. Terutama dalam memberikan keadilan dan menjamin hak-hak mereka atas martabat, penentuan nasib sendiri, dan pembentukan negara merdeka sesuai garis 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. 

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler