Masih Banyak UMKM Butuh KUR, Tapi tak Tahu Cara Mengaksesnya
Terdapat dana KUR yang diendapkan oleh bank.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya menggenjot penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tahun ini. Meski tersisa kurang dari dua bulan menuju 2024.
Kepala UKM Centre FEB UI Zahra Kemala Nindita Murad menilai, masih ada kelemahan dalam penyaluran KUR. Di antaranya dari sisi sosialisasi di tengah masyarakat.
"Masih banyak yang membutuhkan KUR. Hanya saja mereka tidak tahu harus kemana dan bagaimana pengurusannya," ujar Zahra di Gedung Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop), Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Maka, ia berharap peran pendamping KUR bisa lebih dimaksimalkan. Dirinya mengimbau agar para pendamping KUR tidak hanya fokus sampai tahap pencairan, tapi harus lebih lagi pada tahap monitoring dan evaluasi.
Dirinya melanjutkan, ada kebutuhan terhadap pelatihan bagi pelaku usaha mikro dan kecil. "Misalnya, pelatihan terkait operasional mesin produksi. Ini menjadi peran bagi Pendamping KUR untuk melakukan itu, agar UMKM naik kelas," jelas dia.
Perlu diketahui, Kemenkop telah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di 23 provinsi di Indonesia yang melibatkan responden sebanyak 1047 debitur KUR dan 182 penyalur KUR. Hasilnya, secara garis besar masih terdapat beberapa temuan.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop Yulius menjelaskan hasil monev menyebutkan ada debitur KUR Mikro dan KUR Super Mikro dengan plafon sampai Rp 100 juta yang dikenai agunan tambahan. "Untuk KUR Kecil dengan plafon di atas Rp 100 juta hingga Rp 500 juta dikenai agunan tambahan tidak wajar, yaitu, melebihi dari jumlah akad yang diterima," jelasnya pada kesempatan serupa.
Dirinya melanjutkan, ada pula dana KUR yang diterima tidak sepenuhnya dipakai untuk modal usaha. Ada sebagian yang digunakan untuk keperluan lain seperti renovasi rumah, membeli kendaraan, dan lainnya.
Hasil monev lainnya, terdapat dana KUR yang diendapkan oleh bank, yaitu dengan cara diblokir atau ditahan beberapa bulan sebagai semacam jaminan. Lalu, ada debitur KUR yang pada saat menerima kreditnya, ternyata pernah atau sedang menerima kredit lainnya.
Maka Yulius menekankan, penyalur KUR yang meminta agunan tambahan dalam program KUR dengan plafon sampai Rp 100 juta, dikenai sanksi berupa subsidi bunga atau marjin KUR tidak dibayarkan atau pengembalian subsidi bunga atau marjin yang telah dibayarkan. Ia menjelaskan, suku bunga/marjin KUR skema Super Mikro (plafon maksimal Rp 10 juta) ditetapkan sebesar 3 persen, KUR Mikro dan KUR Kecil tetap sebesar 6 persen untuk debitur KUR baru, serta suku bunga meningkat berjenjang sebesar 7 persen, 8 persen, dan 9 persen untuk debitur KUR berulang.
Terkait realisasi penyaluran KUR tahun 2023 sampai dengan 20 November 2023, berdasarkan data SIKP sebesar Rp 218,40 triliun. Angka itu setara 73,54 persen dari target sebesar Rp 297 triliun kepada 3,93 juta debitur.
"Dengan strategisnya program KUR, maka perlu langkah bersama untuk memastikan tercapainya penyaluran atau akses KUR yang mampu memberdayakan UMKM tepat sasaran. Sejalan dengan itu, ranah pengawasan menjadi faktor penting yang perlu digiatkan," tutur dia.