Jika Bukan Perdamaian, Para Ibu Gaza Berdoa Segera Meninggal Sambil Memeluk Anak
'Kita semua seharusnya malu karena ada ibu yang berdoa seperti itu'
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Eksekutif UN Women Sima Sami Bahous terkejut dengan pernyataan para ibu di Gaza. Ia mengatakan para perempuan Gaza hanya punya dua doa yakni berdoa untuk perdamaian di bumi Palestina dan doa agar segera meninggal.
"Perempuan di Gaza mengatakan kepada kami bahwa mereka berdoa untuk perdamaian, tetapi jika perdamaian tidak tercapai, mereka berdoa agar segera meninggal, dalam tidur mereka, sambil menggendong anak-anak mereka," katanya di Dewan Keamanan PBB pada Rabu (22/11).
“Kita semua seharusnya merasa malu karena ibu mana pun, di mana pun, mempunyai doa seperti itu,” tutur dia menambahkan.
UN Women juga menyebut dua ibu dan tujuh perempuan terbunuh setiap dua jam akibat serangan Israel di Jalur Gaza. Berdasarkan data UN Women, sebelum meletusnya konflik terbaru Israel-Hamas pada 7 Oktober 2023, sebanyak 67 persen warga sipil yang terbunuh di wilayah pendudukan dalam 15 tahun terakhir adalah laki-laki, dan kurang dari 14 persen adalah perempuan dan anak-anak.
Namun, sejak dimulainya pertempuran, jumlah warga sipil yang terbunuh sejak 7 Oktober meningkat dua kali lipat dibandingkan jumlah gabungan dalam 15 tahun terakhir. Saat ini, 67 persen dari lebih dari 14.000 korban yang terbunuh di Gaza diperkirakan adalah perempuan dan anak-anak.
Sebelum eskalasi yang terjadi saat ini, badan PBB untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan itu juga mencatat terdapat 650.000 perempuan dan anak perempuan sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan di Gaza.
Direktur Eksekutif Dana Kependudukan PBB (UNFPA) Natalia Kanem menyatakan keprihatinan atas keselamatan dan kesejahteraan semua perempuan dan anak perempuan yang terjebak dalam konflik.
"Situasi yang mereka hadapi melampaui sebuah bencana besar," ujar dia.
Kanem mengatakan saat ini ada 5.500 perempuan hamil yang diperkirakan akan melahirkan dalam beberapa bulan mendatang di Gaza.
“Setiap hari, sekitar 180 perempuan melahirkan dalam kondisi yang memprihatinkan, dan masa depan bayi mereka tidak menentu,” kata dia kepada Dewan Keamanan PBB.