Festival Anti Korupsi UMJ Ajak Masyarakat Sipil Berperan Berantas Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi menjadi perhatian, termasuk masyarakat sipil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korupsi menjadi permasalahan kronis di Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi menjadi perhatian, termasuk oleh civil society.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, M Busyro Muqoddas, mengatakan bahwa korupsi yang saat ini sangat sistemis, terstruktur, dan masif harus menjadi agenda masyarakat sipil. Hal itu disampaikannya saat menanggapi hasil riset tim Transparancy International Indonesia (TII) tentang Penilaian Terhadap Kapasitas dan Praktik Keterbukaan Keuangan Pada Tingkat Pengurus Pusat 9 Partai Politik Pemilik Kursi DPR RI.
Hasil penelitian didiseminasikan pada Festival Anti Korupsi yang digelar atas kerja sama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) dan TII di Aula Kasman Singodimedjo, Kamis (14/12/2023). Dari hasil tersebut, Busyro mempertanyakan kemungkinan adanya korelasi antara intransparansi dengan praktik pemilu.
“Data korupsi yang diperoleh dari KPK sejak Pemilu 2004 sampai 2019 ada 305 jumlah koruptor yang ada di Jakarta dan puluhan di provinsi sampai tingkat 2. Itu semua rata,” kata Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada 2010-2011 ini, mengutip keterangan tertulis, Jumat (15/12/2023).
Menurut dia, kajian akademik yang menunjukkan praktik das solen dan das sein partai politik tersebut jarang dilakukan dan perlu dilanjutkan.
“Transparansi keuangan itu menggambarkan akuntabilitas publik dari parpol di bidang keuangan seharusnya sebagai wujud pengakuan terhadap hak- rakyat karena parpol adalah pranata demokrasi,” ujarnya.
“Jadi ketika bicara korupsi sekarang, sangat sistemik, terstrktur dan masif harus jadi agenda masyarakat sipil. 14 Februari itu penting sekali. Jangan sampai sembarang nyoblos, dampaknya puluhan tahun,” katanya.
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik FISIP UMJ, Dr Endang Sulastri, menyebut hasil penelitian tersebut memperkuat analisis bahwa parpol di Indonesia belum terlembaga dan terinstitusionalisasi dengan baik.
“Parpol di Indonesia itu sangat personal. Bahkan, keuangannya juga yang menentukan mungkin hanya ketua umum, bendahara dan pengurus harian,” ujar Endang.
Mantan komisioner KPU ini menerangkan bahwa salah satu unsur institusionalisasi partai politik adalah tata kelola dalam hal keuangan. Pada kesempatan itu, Endang dengan tegas menyatakan bahwa perlu ada reformasi partai politik.
Selain Busyro, terdapat empat penanggap lainnya, yaitu Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK Herda Helmijaya, Dosen Ilmu Politik FISIP UMJ Dr Endang Sulastri, Komisioner Komisi Informasi Pusat Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik Gede Narayana, dan Dewan Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) Titi Anggraini.