Haul Akbar Al Imamain 2024, Belajar dari Dua Pendiri Darul Hadist Alfaqihiyyah Malang

Darul Hadits Alfaqihiyyah didirikan dua ulama terkemuka Yaman

Dok Istimewa
Darul Hadits Alfaqihiyyah didirikan dua ulama terkemuka Yaman
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jamaah dari berbagai daerah di Indonesia mulai menghadiri acara Haul Akbar Imamain 2024 dan Harlah Ponpes Darul Hadits Alfaqihiyyah Ahlussunah Wal Jama’ah ke-79 di Kota Malang.

Baca Juga


Haul Akbar Al Imamain ini digelar selama dua hari di Ponpes Darul Hadits, Jalan Aries Munandar Malang pada 6-7 Januari 2024.

Pada Sabtu (6/1/2024) sekitar pukul 15.00 WIB, ratusan jamaah dan santrinya sudah mulai tampak melakukan ziarah di TPU Kasin. Ba’da Maghrib, kemudian jamaah mengikuti kegiatan khataman Alquran dengan mengkhatamkan Alquran secara berjamaah,  

Setelah melaksanakan sholat Isya berjamaah, kemudian jamaah mendengarkan ceramah agama, membaca tahlil dan doa, serta pembacaan kata-kata mutiara Al Imamain. Lalu, ditutup dengan talqin Dizkrul Jalalah.

Pada Ahad (7/1/2023), tepatnya pukul 04.30 WIB, jamaah dijadwalkan akan mengikuti pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, baru dilanjutkan dengan acara puncak Haul Akbar yang akan digelar pada pukul 08.00 WIB.

Acara ini digelar dalam rangka memperingati haul Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfaqih Al 'Alawy ke-63 dan haul Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih ke-33. Keduanya merupakan tokoh penting dalam sejarah berdirinya Ponpes Darul Hadits.

Lalu seperti apa sosok dua tokoh habaib Indonesia ini? Berikut biografi singkatnya.

Habib Abdul Qodir Bilfaqih lahir di Kota Tarim, Hadramaut, Yaman Selatan pada Selasa, 15 Shafar 1316 Hijriah. Bersamaan dengan melam kelahirannya, ada seorang ulama yang besar bernama Al-Habibul Imam Syaikhon Bin Hasyim As-Seggaf RA bermimpi bertemu Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani.

Dalam mimpi itu, tokoh yang diberi gelar Sulthonil Auliya’ tersebut menitipkan Alquran kepada Imam Syaikhon agar diberikan kepada Habibul Imam Ahmad bin Muhammad Bilfaqih RA, yang merupakan ayahanda Habib Abdul Qodir.

Setelah diceritakan tentang mimpi tersebut,  Al-Habibul Imam Ahmad bin Muhammad RA mengatakan, “Alhamdulillah tadi malam aku dianugerahi oleh Allah SWT seorang putra. Dan itulah isyaroh ta’wil mimpimu bertemu dengan Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani RA yang menitipkan Alquranul Karim agar disampaikan kepadaku.”

Atas dasar mimpi itu, Al-Habibul Imam Ahmad akhirnya menamai putranya Abdul Qodir. Dengan nama itu, dia berharap Allah SWT memberikan nama maqom dan wilayahnya sebagai mana Syekh Abdul Qodir Jaelani.

Baca juga: Suka Bangun Malam Hari Kemudian Ingin Tidur Lagi, Baca Doa Rasulullah SAW Ini

Habib Abdul Qodir bin Akhmad Bilfaqih mengawali pendidikannya di kota Tarim, Hadramaut. Di kota kelahirannya ini, ia banyak belajar kepada ulama-ulama besar. 

Bahkan, dia menggali ilmu sampai ke kota-kota lainnya seperti kota Sewun Hadramaut, Mekkahtul Mukarromah, Madinah, Munawaroh, Kairo Mesir, Afrika Barat, dan sebagainya.

Hingga akhirnya pada 1331 H/1921 M, Habib Abdul Qodir lulus mendapat ijazah dan berhak memberikan fatwa agama, antara lain bidang hukum, dakwah, pendidikan, dan sosial. Dengan sabar dan penuh keikhlasan, dia pun terus memberikan fatwa-fatwa agama kepada umat.

Untuk memperluas dakwahnya, Habib Abdul Qodir lalu meninggalkan kota kelahirannya. Dia terus melanjutkan perjalanan dakwahnya ke berbagai dunia, seperti ke Pakistan, India, Malaysia, Singapura, hingga sampai ke Indonesia.

Habib Abdul Qodir tiba di kota Surabaya pada 1338 H/1919 M. Tak lama kemudian, ia diangkat sebagai Direktur Madrasah Al-Khoiriyah. Pada 1358 H/1938 M, Habib Abdul Qodir kemudian mendirikan Lembaga Pendidikan Madrasah Ar-Robithoh di Solo, Jawa Tengah.

Untuk semakin memperluas dakwahnya di Indonesia, baru lah Habib Abdul Qodir mendirikan Lembaga Pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyah di Malang 12 Rabiul Awal 1364 H/12 Februari 1945. Pesantren ini lah yang terus berkembang sampai sekarang ini.

Habib Abdul Qadir wafat pada 21 Jumadil Akhir 1382 H/19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Ia mewariskan sebuah pesantren yang telah melahirkan banyak ulama dan kemudian bertebaran di seluruh Nusantara. Pengembangan pesantren ini kemudian diteruskan oleh putranya, Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih.

Habib Abdullah bin Abdul Qadir juga menjadi ulama yang masyhur di Indonesia. Seperti ayahandanya, Habib Abdullah juga terkenal alim dalam ilmu hadits. Ia menjadi ikon dalam sejarah perkembangan Ponpes Darul Hadist Al-Faqihiyah.

Habib Abdullah bin Abdul Qodir Bilfaqih lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal 1355 H/1935 M. Ia adalah seorang putra buah pernikahan Habib Abdul Qadir dengan Syarifah Ummi Hani binti Abdillah bin Aqil.

Dilansir dari YouTube Darul Hadits Al Faqihiyyah Malang, pada Sabtu (6/1/2024), Habib Abdullah bin Abdul Qadir adalah seorang alim dan sebagai tokoh Ulama yang menjadi rujukan ulama di zamannya. Guru utamanya adalah ayahandanya sendiri, yaitu Habib Abdul Qodir.

Sejak kecil, Habib Abdullah berada di bawah asuhan dan bimbingan ayahandanya. Antara keduanya terdapat keseimbangan yaitu ketekunan sang guru dalam mengajar dan kegigihan sang murid dalam menuntut ilmu serta mengikuti petunjuk dari sang guru.

Keuletan dan kegigihan Habib Abdullah dalam menimba ilmu amatlah sulit dicari tandingannya. Siang dan malam waktunya hanya dipergunakan untuk belajar, karena ia sangat termotivasi dengan hadits berikut: “Sesungguhnya ilmu itu diperoleh dengan belajar”.

Baca juga: Istilah Alquran yang Diduga Berarti Kapur Barus Pewangi yang Hanya ada di Jawa dan China

Saat baru menginjak usia tujuh tahun, Habib Abdullah sudah hafal Alquran dan pada usia sekitar 20 thaun telah mampu menghafal kitab Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim lengkap dengan matan sanadnya yang bersambung hingga Rasulullah. 

Habib Abdullah menempuh pendidikan madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah di Lembaga pendidikan at Taraqqi Malang. Ayahadanya juga mengajar di madrasah tersebut. Setelah dari at-Talaqqi, Habib Abdullah lalu melanjutkan ke Madrasah Aliyah di Lembaga Pondok Pesantren  Darul Hadits Alfaqihiyyah di bawah asuhan ayahandanya sendiri.

 

Sebagai murid, semangat belajarnya sangat tinggi, sehingga teman sebayanya mengenal Habib Abdullah sebagai kutu buku, karena tekunnya menelaah berbagai kitab. Karena terlalu kuat dalam belajar, ia pun pernah jatuh sakit. Kendati demikian, hal itu tidak membuatnya berhenti belajar 

Ayahandanya benar-benar menginginkan agar Habib Abdullah kelak mewarisi Ilmu yang dimilikinya. Karena itu, Habib Abdul Qodir berusaha keras mendidik putranya itu sebagai seorang ahli hadits. Wajar saja jika dalam usia relatif muda, Habib Abdullah telah menghafal kitab-kitab hadits.

Kitab induk hadits yang dihafalnya di antaranya : Shahih Bukhori, Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidz, Musnad Sayifil, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Al Muwatta karya Imam Malik, An Nawadirul Ushul Lil Imam Tirmidzi, dan lainnya.

Tidak hanya menghafalkan hadits, Habib Abdullah Juga memperdalam ilmu Musthalah Hadits, yaitu ilmu yang mempelajari bab ihwal hadits berikut para perawinya, juga ilmu rijalul hadits yaitu ilmu tentang para perawi hadits.

Selain itu, Habib Abdullah juga menguasai ilmu jarh wa ta'dil (Kriteria Hadits yang dapat diterima sesuai persyaratan ilmu hadits) dengan mempelajari kitab at Taqributtahzib Lil Imam ibn Hajar Al Asqalani dan kitab Al Mizanutta'dil karya AI Hafidz adz Dzahabi 

Dari kecerdasan dan keluasannya dalam ilmu hadits, maka Habib Abdullah mendapatkan gelar honoriscausa sebagai doktor dan profesor. 

Dia menerima gelar doktor honoriscausa dalam bidang ilmu hadits dari Al Azhar Cairo Mesir. Sedangkan gelar profesor honoriscausa diperoleh dari Jamaah Lahore Pakistan serta dari Darunnadwah Locnow India pada 1970 M. 

Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih wafat pada usia 56 tahun, hari Sabtu 24 Jumadil Awal 1411 H atau 30 November 1991. Ribuan jamaah dan santrinya melepas kepergiannya memenuhi panggilan Allah SWT.

Setelah dishalatkan di Masjid Jami Malang, jenazahnya kemudian dimakamkan berdampingan dengan makam ayahandanya di pemakaman Kasin, Malang, Jawa Timur. Sampai saat ini, makamnya masih terus diziarahi oleh santri-santrinya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler