Anak Jadi Pelaku Bullying, Orang Tuanya Terapkan Gaya Pengasuhan Seperti Apa?

Gaya pengasuhan tertentu erat kaitannya dengan pelaku maupun korban perundungan.

Freepik
Seorang ibu sedang memarahi anaknya (ilustrasi). Gaya pengasuhan otoriter berisiko membuat anak tumbuh menjadi perundung.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konon, anak yang ditindas oleh orang tuanya akan menindas anak lain yang lebih lemah dan rentan. Benarkah begitu?

Sebuah penelitian baru menyoroti kemungkinan hasil yang kompleks dari gaya pengasuhan yang menyerupai bullying, seperti ejekan, hinaan, dan kurangnya dukungan emosional dari orang tua. Dilansir Evolvetreatment pada Selasa (20/2/2024), penelitian menunjukkan bahwa pola asuh seperti itu dapat dikaitkan dengan peningkatan perilaku bullying pada anak.

Di sisi lain, temuan baru menunjukkan bahwa pola asuh semacam itu juga dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi korban perundungan. Mereka mengembangkan mentalitas tersebut karena belajar dari orang tuanya.

Sementara itu, temuan lain yang dimuat di Science Direct mengungkapkan kaitan antara gaya pengasuhan ototriter dan kurang teratur dengan perilaku pelaku bullying. Lalu, pola asuh permisif berhubungan dengan perilaku korban bullying.

Setiap anak bereaksi secara unik terhadap gaya pengasuhan dominan dalam keluarganya. Terlibat dalam perilaku intimidasi dan menjadi korban perundungan merupakan konsekuensi potensial dari gaya pengasuhan yang mencakup ejekan, cemoohan, dan kurangnya dukungan emosional dan empati terhadap perasaan anak.

Sebuah penelitian baru menjelaskan konsekuensi umum dari gaya pengasuhan yang mengejek, yakni kemarahan yang sulit dikendalikan. Penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan otoriter sering kali mengandung unsur ejekan.

Orang tua yang suka mengejek mungkin akan menanggapi interaksi dengan anak mereka dengan kritik, sarkasme, penghinaan, dan permusuhan. Selain itu, gaya pengasuhan otoriter dengan unsur ejekan dapat mencakup ancaman, pemaksaan fisik dan emosional, serta dominasi fisik atau emosional.

Efek dari interaksi orang tua-anak seperti ini adalah peningkatan kemungkinan terjadinya disregulasi emosional pada anak. Anak-anak yang mengalami perundungan dari orang tuanya lebih mungkin mengalami masalah dalam memproses dan mengungkapkan kemarahan dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami perundungan dari orang tuanya.

Baca Juga



Selain itu, anak-anak yang ditindas oleh orang tua mereka mungkin belajar bagaimana menjadi korban. Mereka bisa mengembangkan mentalitas korban dan merespons hubungan dengan teman sebaya dengan peran bawahan atau peran pasif, yang mungkin tidak efektif dalam mencegah mereka menjadi korban lebih lanjut.

Studi ini menyoroti pentingnya memantau cara orang tua berinteraksi dengan anak-anak mereka. Komentar yang bersifat kritis, meremehkan, dan sarkastik dapat memiliki efek merugikan pada kesehatan emosional anak-anak.

Para ahli pengasuhan anak menekankan pentingnya gaya pengasuhan yang menghargai, yang menetapkan batasan yang tegas seraya memberikan dukungan emosional dan menjelaskan alasan di balik aturan tersebut. Memahami dampak kata-kata dan interaksi orang tua terhadap anak adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi pertumbuhan emosional anak.

Orang tua disarankan lebih berhati-hati dengan kata-kata dan interaksinya dengan anak-anak. Bahkan, komentar yang tampak tidak berbahaya pada saat itu dapat memiliki efek jangka panjang pada kesejahteraan emosional anak-anak.

Sebagai orang tua, penting untuk selalu mempertimbangkan dampak kata-kata dan tindakan terhadap anak-anak. Sebab, hal tersebut dapat membentuk siapa mereka di masa depan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler