Tanda-Tanda Anak Jadi Korban Perundungan, Orang Tua Perlu Peka Melihatnya

Tidak semua anak bisa bersikap terbuka dengan perundungan yang dialaminya.

Republika/Iman Firmansyah
Kampanye setop bullying di sekolah. Penanganan pelaku kekerasan di satuan pendidikan baru tahap penegakan aturan, belum menyentuh pada pemulihan dan penyadaran terhadap dampak perilaku negatif itu.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus perundungan di lingkungan sekolah maupun rumah semakin marak terjadi. Mengingat anak tak selalu dapat terbuka, orang tua perlu memahami kondisi emosi anak yang menjadi korban bullying.

Praktisi kesehatan masyarakat dr Reisa Broto Asmoro memaparkan sejumlah tanda-tanda bullying pada anak yang perlu diketahui oleh orang tua. Gelagat anak harus dikenali untuk dapat mendeteksi dan mencegah berlanjutnya perundungan.

Baca Juga



"Contohnya seperti rasa gelisah, cemas, waspada, bahkan enggan atau takut mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah," ujar Reisa dalam Siaran Sehat dengan topik "Jaga Anak Kita Dari Bullying" yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, dikutip Kamis (7/3/2024).

Anak juga bisa saja kehilangan teman secara tiba-tiba. Ada pula anak  yang selalu menghindari situasi sosial, menarik diri dari lingkungannya.

Selain itu, anak yang menjadi korban perundungan kerap kehilangan barang-barang atau rusak. Entah itu barang elektronik, pakaian, atau barang-barang pribadi lainnya.

"Kadang kan suka ada bullying yang merampas ya, mengambil barang-barang tersebut," ujarnya.

Tanda-tanda lainnya, lanjut Reisa, yaitu apabila anak tiba-tiba meminta uang. Alasannya meminta uang tidak jelas atau di luar kewajaran dari kebutuhan biasanya.

"Terus misalnya anaknya juga menurun prestasi akademiknya di sekolah. Anak itu jadi sering bolos, sering minta pulang, merasa tertekan kalau dia berada di lingkungan sekolahnya," katanya.

Anak yang jadi korban bullying bisa juga tiba-tiba ingin selalu ditemani orang dewasa terus karena tidak merasa nyaman dan aman apabila sendirian. Emosi korban pun dapat berubah. Ada yang menjadi sangat tertutup, bahkan ada juga yang sebaliknya, menjadi sangat agresif dan meledak-ledak.

Reisa menyebut perundungan adalah sebuah masalah yang kompleks, sehingga dibutuhkan penyelesaian yang menyeluruh. Penyelesaiannya meliputi semua aspek kehidupan sosial anak, mulai dari lingkaran pertemanannya, keluarga, sekolah, bahkan masyarakat.

"Tidak ada seorang pun yang pantas di-bully, dan tidak ada seorang pun yang boleh berdiam diri membiarkan hal itu terjadi, karena anak nggak semuanya bisa terbuka," ujar Reisa.

Anak-anak, terutama remaja, adalah kelompok usia di mana perundungan rentan terjadi. Oleh karena itu, meski anak sudah remaja, orang tua tetap perlu memperhatikan.

Selain itu, ada tanda-tanda fisik yang dapat muncul, seperti adanya memar, goresan, atau luka lainnya yang tidak wajar. Menurut Reisa, hal itu dapat menjadi pertanda bahwa anak mengalami kekerasan fisik.

"Apalagi kalau dia menutup-nutupi, sengaja nggak mau ganti baju atau memperlihatkan tubuhnya. Menutup, tiba-tiba pakai hoodie terus, tiba-tiba pakai syal terus, dan lain sebagainya," kata Reisa.

Korban juga dapat mengalami mimpi buruk, dan tidur menjadi tidak nyaman. Selain itu, anak dapat kehilangan nafsu makan. Jika ada keluhan fisik dari anak, namun dia tidak mau cerita sebabnya, maka orang tua perlu lebih peka.

"Atau misalnya cyberbullying, tiba-tiba dia terfokus terus dengan gawainya atau mungkin malah justru terbalik, dia nggak mau pegang gadget-nya," katanya.

Reisa menilai perundungan adalah mata rantai yang perlu diputus. Dampaknya tidak hanya pada korban, namun juga bagi pelaku dan saksi perundungan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler