DPR Pelajari Putusan MK Soal Ambang Batas Parlemen
MK memberi lima poin panduan bagi pembentuk UU menyusun ambang batas parlemen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya tengah mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permintaan perubahan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 4 persen. Sebab, perubahan bisa dilakukan lewat revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang merupakan ranah Komisi II DPR.
"Putusan MK terkait ambang batas parlemen baru keluar dan sedang dipelajari oleh Badan Keahlian DPR. Nah oleh karena itu, kita akan bicarakan dulu di tataran teknis di Komisi II, nah kemudian juga nanti di antar pimpinan fraksi," ujar Dasco di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
"Baru kemudian nanti bagaimana DPR secara keseluruhan akan mengambil sikap tentang hasil dari MK tersebut ke depannya," ujarnya menambahkan.
Namun, selama waktu tersebut, disebutnya akan kurang optimal untuk membahas revisi undang-undang. Karena anggota dewan dan partai politik masih mengawal penghitungan suara Pemilu 2024 yang hasil resminya diumumkan pada 20 Maret mendatang.
"Mengingat bahwa anggota DPR, partai politik masih berkonsentrasi sampai tanggal 20 Maret, dan anggota DPR mencermati dapil masing-masing. Kemudian partai politik juga demikian baik pileg dan pilpresnya, sehingga mungkin di masa sidang ini agak kurang maksimal," ujar Dasco.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya. Pada Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perludem terkait ambang batas parlemen 4 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.
Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.