LPSK: Keputusan Lindungi Korban Pelecehan UP Segera Diketok
LPSK sebut keputusan berikan perlindungan ke korban pelecehan di UP segera disetujui.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih memproses permohonan perlindungan yang diajukan oleh korban dugaan pelecehan yang dilakukan rektor Universitas Pancasila (UP) Prof Edie Toet Hedratno. LPSK mengklaim keputusan menerima atau menolak permohonan tersebut bakal diketok dalam waktu dekat ini.
Permohonan tersebut diajukan oleh kuasa hukum korban kepada LPSK pada Ahad (25/2/2024). Dengan demikian, permohonan ini sudah diproses LPSK hampir sebulan.
"Masih dalam proses penelaahan, mungkin dapat waktu dekat akan diambil keputusan pimpinan LPSK atas permohonan tersebut," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi kepada Republika, Selasa (19/3/2024).
Hingga saat ini, Edwin menyebut LPSK sudah melakukan serangkaian tahapan dalam memproses permohonan itu. Salah satunya pengecekan psikologis korban.
"Hasil pemeriksaan psikologis sudah kami terima," ujar Edwin.
Walau demikian, Edwin enggan menggambarkan kondisi korban saat ini, termasuk mengenai rasa trauma yang melekat pada korban. "Saya belum baca hasil dari psikolognya," ucap mantan petinggi LSM KontraS itu.
Dalam perkara ini, Prof Dr Edie Toet Hedratno (ETH) diperiksa atas laporan dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan oleh korban berinisial DF. ETH juga telah diperiksa atas laporan yang dilayangkan korban RZ pada Kamis (29/2/2024) lalu.
Dalam pemeriksaan itu, Faizal mengatakan bahwa pihaknya juga telah menyerahkan bukti-bukti untuk membantah tudingan pelecehan seksual yang dilakukan ETH.
ETH dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua wanita karyawan dari Universitas Pancasila. Salah satu laporan polisi dilayangkan oleh korban berinisial RZ. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 12 Januari 2024.
Kemudian laporan polisi berikutnya merupakan pelimpahan dari Bareskrim Polri dengan pelapor berinisial DF. Saat ini, kedua laporan itu masih dalam proses penyelidikan.
Kasus ini ditangani oleh Sub-Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Subdit Renakta) Polda Metro Jaya. Dalam perkara ini, ETH diduga melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).