Menperin tak Datang Rapat, Kelanjutan Harga Gas Khusus Industri Belum Cerah

Akan tetapi, rapat tersebut belum menghasilkan keputusan.

Dok.ESDM
Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Rep: Intan Pratiwi Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  Arifin Tasrif dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengadakan rapat terkait kelanjutan penetapan harga gas khusus untuk industri di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (22/3/2024). Akan tetapi, rapat tersebut belum menghasilkan keputusan karena Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita batal hadir.

Baca Juga


"Tadinya mau bahas soal bagaimana ini HGBT (Harga Gas Bumi Tertentu) akan kita lanjutkan atau tidak. Tapi tadi kami hanya berdua, ya belum kuorum jadi belum bisa ditentukan," kata Arifin di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Nasib kebijakan harga gas khusus industri pun masih belum jelas. Pada tahun ini kebijakan harga gas khusus akan berakhir. Terdapat tujuh sektor industri  yang mendapatkan harga gas khusus sebesar 6 dolar AS per MMBTU. 

Sepanjang diterapkan dalam tiga tahun terakhir, serapan gas untuk industri tak pernah mencapai target. Kementerian ESDM pun meminta Kemenperin untuk bisa mengevaluasi realisasi pemanfaatan alokasi HGBT kepada masing-masing perusahaan penerima dalam tiga tahun terakhir sehingga dapat memberikan gambaran atas dampak atau produktivitas dari kebijakan harga gas khusus ini.

Kementerian ESDM pun meminta Kemenperin untuk bisa mengevaluasi realisasi pemanfaatan alokasi HGBT kepada masing-masing perusahaan penerima dalam 3 tahun terakhir sehingga dapat memberikan gambaran atas dampak atau produktivitas dari kebijakan harga gas khusus ini.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan potensi penerimaan bagian negara yang hilang dari kebijakan HGBT sepanjang 2023 mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS.

Secara berturut-turut, Kementerian ESDM telah mencatat pengurangan bagian negara dari program gas murah industri ini mencapai Rp 29,39 triliun selama 2021 dan 2022. Bagian negara yang hilang itu turun rata-rata sebesar 46,81 persen selama dua periode program itu berjalan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler