Menperin Tetap Dorong Perluasan Insentif Harga Gas
Agus membantah perluasan HGBT untuk seluruh sektor industri membebani APBN.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan bahwa perluasan Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk seluruh industri manufaktur hanya memerlukan 30 persen dari total produksi gas dalam negeri. Sehingga, dia tetap meyakini program insentif harga gas tersebut dapat diperluas.
"Kalau dibilang jebol, itu jebol apanya? Kalau dari sisi suplai, kita hanya butuh 30 persen, ini proyeksi tahun 2030 ya. Hanya 30 persen dari total produksi gas nasional," kata Menperin saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Agus membantah bahwa perluasan HGBT untuk seluruh sektor industri membebani APBN dan mengurangi penerimaan negara karena kebutuhan gas untuk industri hanya 30 persen dari total suplai gas nasional. Oleh karenanya, Menperin meminta Program HGBT dapat diperluas untuk seluruh 24 subsektor industri manufaktur.
Saat ini, Program HGBT yang merupakan program pemerintah untuk memberikan harga gas murah di bawah 6 dolar AS per MMBTU baru mencakup tujuh kelompok industri. Ketujuh sektor penerima Program HGBT saat ini adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca dan sarung tangan karet.
Ia meminta kementerian/lembaga untuk menimbang manfaat atau cost and benefit dari program HGBT untuk seluruh industri ini secara luas. Agus juga menekankan bahwa Program HGBT yang berjalan sejak 2020 itu memiliki dampak berganda tiga kali lipat kepada industri, baik investasi, ekspor, hingga penyerapan tenaga kerja.
"Saya minta masing-masing K/L itu jangan lihat cost and benefit secara sempit, yang hanya di kementerian atau lembaga masing-masing, itu sempit sekali. Cost and benefit itu harus dilihat dari kepentingan yang utuh, manfaat bagi bangsa dan negara," kata Agus.
Program HGBT bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional, baik dari sisi perpajakan maupun penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, Kementerian ESDM mencatat penerapan kebijakan harga gas murah tersebut telah membuat penerimaan negara berkurang.
Implementasi harga gas bumi tertentu sebesar enam dolar AS per MMBTU berdampak pada pengurangan penerimaan negara sebesar Rp 29,39 triliun dalam periode 2021-2022.