Survei Indikator Dinilai Perkuat Adanya Skenario Pembubaran KPK
"Pada titik ini, berhasil agenda para koruptor dengan gong korupsi menjadi bebas."
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Nawir Arsyad Akbar
Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute tak kaget dengan temuan survei nasional Indikator Politik Indonesia yang menunjukan semakin rendahnya kepercayaan publik kepada KPK. IM57+ Institute menduga temuan itu kian memperkuat skenario pembubaran KPK.
"Ini sama sekali tidak mengagetkan bagi kami, mengingat kami telah memperingatkan skenario ini akan terjadi dengan agenda puncak pembubaran KPK," kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Senin (22/4/2024).
IM57+ Institute memandang survei ini tidak terlepaskan dari skenario oligarki yang didukung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Skenarionya dengan melakukan revisi UU KPK, menaruh orang bermasalah sebagai Pimpinan KPK dan menyingkirkan pegawai berintegritas yang menjadi kunci berjalannya KPK.
"Langkah ini memberikan efek domino dengan terjadinya korupsi di internal KPK," ujar Praswad.
IM57+ Institute menyinggung kasus eks Ketua KPK Firli Bahuri yang malah menjadi tersangka korupsi hingga kasus pungli di rutan KPK baru-baru ini. Rangkaian peristiwa tersebut menggerus kepercayaan publik selama tiga tahun terakhir ini hingga KPK menjadi lembaga yang tidak dipercaya.
"Pada akhirnya wacana pembubaran KPK melalui penghilangan fungsi penindakan dan penggabungan fungsi pencegahan dengan Ombudsman menjadi tawaran yang diajukan," ujar Praawad.
Selain itu, IM57+ Institute menegaskan kepercayaan yang turun membuat publik seakan tidak lagi peduli dengan apa yang terjadi pada KPK. Sehingga wacana pembubaran tidak mendapatkan perlawanan yang signifikan.
"Pada titik ini, berhasil agenda para koruptor dengan gong yang membuat korupsi menjadi bebas di negeri ini," ujar Praswad.
Diketahui, KPK menjadi lembaga penegak hukum paling buncit yang dipercaya publik. Dalam survei sebelumnya, kepercayaan terhadap KPK memang belum ada peningkatan signifikan. Pada Oktober 2023 kepercayaan hanya 59 persen, Desember 2023 (61 persen), dan April 2024 hanya 62 persen.
Hal ini merupakan hasil suvei yang diselenggarakan Indikator Politik Indonesia. Survei diselenggarakan pada April 2024. Survei dilakukan melalui telepon terhadap 1.201 responden.
Dalam survei disebutkan TNI menjadi paling dipercaya dengan kepercayaan 92,6 persen). Diikuti berturut-turut Presiden (85,1 persen), Kejagung (74,7 persen), MK (72,5 persen), Pengadilan (71,1 persen), Kepolisian (70,6 persen), KPK (62,1 persen), DPR (55,8 persen), dan parpol (51,3 persen).
“Kejaksaan masih menjadi negara paling dipercaya publik di bawah TNI dan Presiden, dan pertama paling dipercaya di antarz penegak hukum,” kata Direktur Indikator, Burhanuddin Muhtadi, saat memaparkan hasil survei, Ahad (21/4/2024).
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapatkan informasi adanya pembahasan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan lewat penggabungan antara KPK dengan Ombudsman. Dengan perubahan tersebut, artinya KPK tidak lagi mengusut tindak pidana korupsi dan hanya mencegah perbuatan rasuah.
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Bogat Widyatmoko menegaskan dukungannya bagi KPK. Hal tersebut disampaikan Bogat di tengah wacana peleburan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Ombudsman.
"Kementerian PPN/Bappenas mendukung pencegahan korupsi melalui KPK," kata Bogat dalam keterangannya pada Jumat (5/4/2024).
Bogat menekankan Sistem Anti Korupsi menjadi salah satu prioritas utama pembangunan Indonesia dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Sehingga, Bogat membantah bahwa lembaganya mengeluarkan wacana penggabungan KPK-Ombudsman.
"Kementerian PPN/Bappenas tidak pernah menerbitkan pernyataan terkait dengan penggabungan dengan Ombudsman, juga penghapusan bidang penindakan di KPK," ujar Bogat.
Bogat menjelaskan, Sistem Anti Korupsi terangkum dalam agenda transformasi tata kelola dan agenda supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan indonesia. Hal tersebut menurutnya menunjukkan komitmen Indonesia dalam memperkuat infrastruktur antikorupsi.
"Ini untuk mencapai tata kelola yang lebih baik dan meningkatkan supremasi hukum," ujar Bogat.
Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029, Sistem Anti Korupsi didasarkan pada empat pilar strategis. Pertama, pembudayaan anti korupsi bertujuan untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya integritas dan kejujuran dalam semua lapisan masyarakat. Kedua, pencegahan korupsi dilakukan melalui peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan terhadap proses pemerintahan dan bisnis.
Ketiga, penindakan korupsi menekankan pada penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku korupsi. Terakhir, pemulihan aset dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang dirampas akibat tindak korupsi.
"Kementerian PPN/Bappenas berkomitmen merencanakan dan melaksanakan penguatan sistem anti korupsi serta kelembagaan anti korupsi, termasuk KPK," ucap Bogat.
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango pun menepis wacana peleburan lembaga antirasuah dengan Ombudsman. Nawawi menganggap isu tersebut dusta karena tak pernah dibicarakan oleh Presiden Jokowi.
Selama berkomunikasi dengan Presiden Jokowi, Nawawi tak mendengar wacana peleburan KPK. "Pepesan kosong, enggak ada tuh. Saya pastikan bohong, saya belum pernah ketemu Presiden untuk urusan seperti itu," kata Nawawi dalam keterangan pers pada Jumat (5/4/2024).
Nawawi tidak tahu wacana itu muncul darimana. Hanya saja, Nawawi menduga ada pihak yang ingin membuat citra KPK makin buruk dengan memanfaatkan momentum masalah di internal KPK.
"Sepertinya ada pihak yang sengaja menghembuskan isu-isu di tengah situasi yang banyak kritikan terhadap lembaga ini," ujar Nawawi.
Nawawi ogah menjawab soal isu tersebut lebih rinci. Nawawi menjamin KPK akan tetap pada mandatnya untuk memberantas korupsi di Tanah Air.
"(Kami) memastikan bahwa hal-hal yang dihembuskan itu adalah tidak benar," ujar Nawawi.
Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengaku terkejut dengan adanya isu peleburan antara KPK dengan Ombudsman. Tegasnya, hal tersebut tak pernah sekalipun dibahas oleh lembaganya.
"Tidak pernah ada bahasannya di manapun," ujar Habiburokhman saat dikonfirmasi, Ahad (7/4/2024).
Di samping itu, tak pernah ada sekalipun diskusi atau pembicaraan terkait peleburan dua lembaga tersebut. Apalagi menurutnya, KPK dan Ombudsman memiliki tugas pokok yang benar-benar berbeda.
"Fungsi Ombudsman dan KPK kan jauh, setahu saya tidak akan ada (peleburan)," ujar Habiburokhman.